Sabtu, 30 Mei 2009

. Sabtu, 30 Mei 2009
0 komentar

HANDOUT STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Eny Kusumastuti

BAB I
STRATEGI MENGAJAR

A.Pengertian Strategi Mengajar
Secara harfiah strategi berarti akal (tipu muslihat) untuk mencapai suatu maksud (W. J. S. Poerwadarminta, 1976:965). Di dalam dunia militer , strategi diartikan sebagai ilmu siasat perang atau siasat perang, dan kadang-kadang diartikan pula sebagai “The art of war” atau seni berperang. Siasat untuk dapat mencapai suatu tujuan dengan cepat,tepat, tanpa banyak membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya itulah yang merupakan dasar pengertian strategi.
Untuk memperoleh gambaran sejauh manakah para ahli pendidikan telah mengemukakan pandangannya mengenai pengertian strategi mengajar, berikut ini diketengahkan beberapa pendapat :

1. Ely (Universitas Terbuka 1984/1985: 43-44)
Strategi instruksional berhubungan dengan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi ajaran dalam lingkungan instruksional tertentu. Pilihan cara tersebut meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa.
2. Dick dan Carey (Universitas Terbuka 1984/1985 :44) Strategi instruksional terdiri atas prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan instruksional tertentu. Batasan strategi mengajar tersebut tidak hanya membatasi pada prosedur kegiatan, akan tetapi juga memasukkan materi atau paket instruksional ke dalamnya. Prosedur dan materi ajaran dalam rangka mencapai tujuan instruksional itulah yang merupakan isi strategi mengajar.
3. Gropper (Universitas terbuka 1984/1985: 44 Strategi instruksional adalah pemilihan jenis latihan yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai. Latar belakang pendapat Gropper adalah pandangan bahwa setiap tujuan instruksional menuntut kegiatan yang berbeda. Suatu tujuan instruksional dapat dengan tepat dicapai dengan latihan tertentu, dan tidak dengan latihan yang lainnya. Hanya dengan latihan yang cocoklah suatu tujuan instruksional dapat dicapai.
4. Joyce dan Weil (dalam Raka Joni 1984 :3)
Strategi belajar mengajar ini tidak lain adalah model-model pengajaran. Penekanan kedua ahli tersebut pada apa yang diperagakan guru di kelas.
5. T. Raka Joni (1984 : 2) Strategi mengajar adalah pola umum perbuatan guru murid didalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Rentetan perbuatan guru murid di dalam proses belajar mengajar itulah yang merupakan jabaran nyata strategi mengajar.


B.Klasifikasi Strategi Mengajar
Strategi mengajar dapat diklasifikasikan atas dasar bermacam-macam criteria, yaitu :
1.Struktur Peristiwa Belajar Mengajar
a. Strategi tertutup adalah proses belajar mengajar yang berlangsung sesuai dengan
yang telah ditentukan secara relatif ketat. Guru yang memimpin proses belajar
mengajar dengan strategi tertutup tidak berani menyimpang dari segala sesuatu
yang telah ditetapkan dalam persiapan. Strategi tertutup biasanya diperagakan
oleh kelas yang dikelola oleh calon guru atau guru praktikan.
b. Strategi terbuka terjadi apabila proses belajar mengajar berlangsung dengan
karakteristik : tujuan khusus, materi ajaran, serta prosedur yang akan ditempuh
ditentukan sementara proses belajar mengajar berlangsung. Yang biasa
memeperagakan strategi terbuka adalah guru-guru yang sudah berpengalaman. Seorang
guru yang professional, mestilah seorang guru yang sebaiknya menyusun desain
instruksional terlebih dahulu sebelum mengajar. Sementara itu realitas proses
belajar mengajarnya dapat lebih permisif, bergantung pada kondisi kelas.

2. Pengaturan Guru Siswa
Berdasarkan pengaturan guru, strategi mengajar dapat dibedakan menjadi dua :
a. Strategi guru mandiri adalah proses belajar mengajar yang dirancangdan di
laksanakan oleh hanya seorang guru.
b. Strategi guru tim (team teaching) adalah
terdapatnya pembagian tugas diantara sejumlah guru dalam proses belajar mengajar
dalam satu mata pelajaran.
Berdasarkan pengaturan siswa, strategi mengajar dapat dibedakan menjadi :
a. Strategi klasikal berarti guru berhadapan dengan siswa satu kelas secara
klasikal.
b. Strategi kelompok berarti proses belajar mengajar yang dipimpin oleh seorang guru
berkenaan dengan sekelompok siswa.
c. Strategi individual berarti proses belajar mengajar berlangsung berlangsung
dalam kaitannya dengan seorang siswa secara individual.

3. Peranan Guru Siswa Dalam Mengolah Pesan
a. Strategi Ekspositorik adalah proses belajar mengajar yang menyampaikan pesan
dalam keadaan telah siap diolah. Pesan pengajaran yang berupa pengeta tahuan,
wawasan, ataupun keterampilan telah diolah secara tuntas oleh guru sebelum
disampaikan kepada siswa.
b. Strategi Heuristik atau Hipotetik adalah proses belajar mengajar yang menghendaki
pengolahan pesan oleh siswa baik dengan bantuan guru maupun dengan sedikit guru.
Strategi Heuristik disebut juga dengan strategi penemuan yang dibedakan lagi
menjadi dua yaitu :

1) Strategi Diskoveri yaitu proses belajar mengajar yang mengarahkan siswa untuk
menemukan prinsip atau hubungan-hubungan tertentu yang sebelumnya tidak
diketahuinya sebagai akibat pengalaman belajarnya yang telah dipersiapkan secara
seksama oleh gurunya.
2) Strategi Inkuiri adalah proses belajar mengajar yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk secara bebas menemukan sesuatu melalui proses asimilasi
kognitif dan proses akomodasi kognitif. Proses asimilasi kognitif adalah proses
menata hasil pengamatan ke struktur kognitif yang telah ada. Proses akomodasi
kognitif adalah proses perubahan guna penyesuaian-penyesuaian didalam kognitif
yang lama sehingga cocok dengan sesuatu yang baru diketahuinya.

4. Proses Pengolahan Pesan
a. Strategi Deduktif mengarahkan proses belajar mengajar dengan bertitik tolak
pada hal-hal yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang bersifat khusus. Proses
pengolahan pesan berjalan dari prinsip-prinsip umum ke kasus-kasus, dari definisi
ke contoh-contoh.
b. Strategi Induktif adalah proses belajar mengajar yang diisi dengan aktivitas
pengolahan pesan dengan bertolak dari contoh-contoh konkret menuju pada prinsip
prinsip atau generalisasi.

5. Tujuan Instruksional
a. Strategi Domein Kognitif adalah strategi yang dipakai dalam proses belajar
mengajar yang bertujuan untuk mencapai tujuan instruksional dalam ranah
kognitif.
b. Strategi Domein Afektif adalah strategi yang dipakai dalam proses
belajar mengajar yang bertujuan untuk mencapai tujuan instruksional ranah afektif.
c. Strategi Domein Psikomotorik adalah strategi yang dipakai dalam proses
belajar mengajar yang bertujuan untuk mencapai tujuan instruksional ranah
psikomotorik.

C. Prinsip-prinsip Didaktis : Aspek Siswa
Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip didaktis adalah dasar-dasar yang melandasi aktivitas mengajar guru agar mutu pencapaian tujuan instruksional dapat tinggi . Prinsip-prinsip didaktis itu tidak lain adalah pedoman-pedoman atau kaidah-kaidah yang harus dipenuhi guru dalam melakukan tugas mengajarnya.
Prinsip-prinsip didaktis menurut Abu Ahmadi (1978 : 51) dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1.Prinsip-prinsip yang memudahkan siswa menguasai bahan ajaran.
Guru hendaknya mengusahakan agar siswa-siswanya dapat dengan mudah menguasai bahan ajaran. Guru yang mempersulit siswa dalam menguasai bahan ajaran, dengan kata-kata yang muluk-muluk atau strategi mengajarnya yang canggih, bukanlah guru yang baik. Ada tiga prinsip didaktis yang dapat memudahkan siswa dalam menguasai bahan ajaran, yaitu :

a. Prinsip pemusatan perhatian
Guru hendaknya senantiasa mengusahakan siswa-siswanya untuk untuk memusatkan perhatian pada proses belajar mengajar. Tujuan prinsip ini agar perhatian siswa tidak menyimpang. Dasar pemikiran perlunya prinsip pemusatan perhatian ini berkaitan dengan tiga aspek, yaitu :
1) aspek didaktis : bahwa jika siswa-siswa memusatkan perhatiannya, maka kondisi
kelas menjadi tenang. Siswa yang memusatkan perhatiannya tidak memiliki
kesempatan untuk berbuat hal-hal yang mengganggu kelas. Dan akibatnya proses
belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik.
2) aspek pedagogis : bahwa pemusatan perhatian itu menyebabkan memiliki kebiasaan
yang baik, yaitu kebiasaan memusatkan perhatian.
3) aspek psikologis : bahwa jika perhatian itu dipusatkan, maka segala perangsang
yang mengganggu dapat diabaikan. Dan jika segala perangsang dikesampingkan, maka
kemungkinan masuknya perangsang yang diharapkan sangat besar. Dan akibat dari
itu, siswa menjadi lebih cermat, teliti, serta memperoleh pemahaman yang mendalam
tentang segala isi proses belajar mengajar.

Untuk dapat membuat perhatian siswa terpusat, guru dapat melaksanakan beberapa hal yaitu :
1) Bahan ajaran dan contoh-contoh yang sesuai dengan tingkat perkembangan psikis
serta cocok dengan lingkungan kehidupan siswa dapat merupakan sarana untuk
menarik perhatian siswa.
2) Guru yang melaksanakan prinsip-prinsip didaktis seperti peragaan, keaktifan,
dan korelasi secara simultan dapat membuat perhatian siswa terpusat.
3) Sikap guru yang selalu memberikan perhatian penuh kepada siswa dapat menyebabkan
siswa memiliki perhatian yang penuh terhadap bahan ajaran khususnya, dan proses
belajar mengajar pada umumnya.

b. Prinsip Keaktifan
Guru hendaknya mengusahakan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar . Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar tidak saja ditandai oleh keterlibatanya secara jasmaniah, akan tetapi yang lebih dari itu adalah keterlibatan mental. Siswa yang mentalnya aktif dalam proses belajar mengajar akan menyimak penjelasan guru dengan baik atau pembicaraan siswa lainnya, mengamat-amati, melakukan penyelidikan, melakukan analisis, membuat keputusan, memikirkan alternatif pemecahan masalah dan sebagainya. Dengan keaktifan itu diperoleh intensitas belajar yang maksimal. Berbagai cara yang dapat dilakukan guru untuk menciptakan keaktifan belajar siswa adalah penggunaan berbagai macam strategi, tidak mendominasi proses belajar mengajar, memberikan kesempatan yang luas bagi partisipasi aktif siswa, mau mendengarkan perasaan siswa, mengerti siswa dari sudut pandang siswa, dan menerapkan pendekatan multi media.

c. Prinsip Peragaan
Dasar prinsip peragaan ini adalah adanya kenyataan bahwa pemahaman itu meliputi 80% melaui aktivitas visual, 11% melalui aktivitas mendengar, dan 8 % melalui aktivitas indera lainnya. Ditinjau dari sudut psikologi anak dikemukakan bahwa pikiran anak mengalami tiga proses perkembangan (Abu Ahmadi, 1978 : 61), yaitu :

1) Proses pertama berupa tingkatan peragaan.
Dalam proses ini pengideraan sesuatu disertai dengan keterlibatan pikirannya
dengan suatu gambaran benda yang nyata.
2) Proses yang kedua adalah tingkatan skema
Pada tingkatan skema tersebut keterlibatan pikiran tidak lagi pada benda yang
konkret, melainkan sudah pada aktivitas membayangkan bagan suatu benda atau
bentuk umum dengan cirri-ciri yang khas.
3) Proses ketiga adalah tingkatan yang abstrak.
Dalam tingkatan ini tidak ada proses membayangkan, akan tetapi hanyalah aktivitas
membayangkan, akan tetapi hanyalah aktivitas pikiran atau menangkap pikir saja.

Ditinjau dari segi didaktik, peragaan itu penting karena peragaan dapat memenuhi tipe-tipe siswa. Menurut Abu Ahmadi (1978:63) ada dua cara dalam melakukan peragaan, yaitu secara langsung dan peragaan secara tidak langsung. Peragaan langsung dilaksanakan dengan memperlihatkan kenyataan benda sesungguhnya, sehingga siswa dapat mengindera benda itu dengan wajar. Sedangkan peragaan secara tidak langsung berarti peragaan yang dilaksanakan dengan menggunakan alat peraga berupa barang tiruan, model tau gambar-gambar.

d. Prinsip sesuai dengan pembawaan dan perkembangan siswa
Bahan ajaran dan strategi mengajar hendaknya disesuaikan dengan pembawaan dan perkembangan siswa. Bahan ajar yang sesuai dengan pembawaan dan perkembangan siswa akan mudah dipahami , karena bahan ajaran itu sesuai dengan alam pikirannya. Strategi yang berbelit-belit dan rumit dapat membuat siswa kesulitan mengikutinya dan pemahaman bahan ajaran akan terganggu karenanya. Akan tetapi yang menjadi problema sekarang bahwa tiap-tiap anak dalam satu kelas mempunyai pembawaan dan perkembangan yang berbeda, karena itu , jalan tengah yang harus diambil adalah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dikelas guru hendaknya selalu memperhitungkan adanya pembawaan dan perkembangan tiap-tiap siswa secara cermat, teliti, sabar, teratur, dan terus menerus.

Untuk dapat menyesuaikan diri dengan pembawaan dan perkembangan siswa kiranya guru dan sekolah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Penempatan siswa di kelas disesuaikan dengan besar kecilnya tubuh siswa dan
posisi tempat duduk disesuaikan dengan indera siswa.
2) Pertanyaan yang sukar diberikan kepada siswa yang pandai
dan pertanyaan yang mudah diberikan kepada siswa yang kurang.
3) Bimbingan dan perhatian yang lebih diberikan kepada siswa yang kurang mampu.
4) Bimbingan dan perhatian yang lebih diberikan kepada siswa dengan pembawaan yang
menonjol.
5) Menghindarkan sikap cemooh-mencemooh.
6) Bahan bacaan dan cerita disesuaikan dengan usia siswa.
7) Contoh-contoh yang disajikan berasal dari lingkungan siswa (Abu Ahmadi
1978 : 64-65).

2. Prinsip-prinsip Yang Memperkokoh Penguasaan Bahan Ajaran
Memperkokoh penguasaan bahan ajaran berarti mengusahakan agar bahan ajaran yang sudah dikuasai siswa dapat tahan lama dan tersimpan dengan baik dalam pemikiran siswa. Dengan penguasaan bahan ajaran yang kokoh, siswa dapat memanipulasikannya pada saat-saat yang diperlukan. Sebaliknya, penguasaan bahan ajaran yang tidak kokoh akan membuat siswa kurang siap apabila menghadapi rangsangan-rangsangan baru dan dapat berakibat lambat bahkan ketinggalan dalam menguasai bahan ajaran baru. Ada dua prinsip didaktis yang dapat dipakai untuk memperkokoh dan mempererat bahan ajaran (Abu Ahmadi 1978: 51) yaitu:

a. Prinsip korelasi dan konsentrasi
Korelasi berarti berhubung-hubungan. Dalam memimpin proses belajar mengajar guru hendaknya menghubungkan pokok bahasan yang sedang dikerjakan dengan pokok bahasan lain atau mata pelajaran yang lain. Sedangkan konsentrasi berarti pemusatan terhadap bahan ajaran atau pokok bahasan yang sedang diajarkan. Jadi prinsip korelasi dan pemusatan adalah prinsip menghubungkan bahan ajaran dengan tetap terpusat pokok bahasan yang sedang dibicarakan. Dasar pemikiran pelaksanaan prinsip ini adalah nahwa pengetahuan yang tersimpan dalam pikiran manusia itu berhubung-hubungan, pengetahuan akan semakin mendalam dan ketrampilan akan semakin mahir jika bahan ajaran lain atau pernah diajarkan itu dihubungkan lagi sebagai pelaksanaan korelasi.
Menurut Abu Ahmadi (1978 : 66) ada dua macam teknik dalam melaksanakan korelasi, yaitu teknik okasional dan teknik sistematis. Teknik okasional adalah guru menghubungkan pokok bahasan yang sedang diajarkannya dengan pokok bahasan lain atau mata pelajaran lain jika ada kesempatan yang baik. Sedangkan teknik sistematis adalah guru menghubungkan bahan ajaran yang satu dengan yang lainnya secara teratur dan sistematis. Keteraturan dan kesistematisan korelasi itu hendaknya mengikuti pedoman :
1) bagian-bagian dalam satu pokok bahasan/ mata pelajaran dihubungkan satu sama
lain.
2) beberapa mata pelajaran tertentu dihubungkan
3) seluruh mata pelajaran dihubungkan satu sama lain
Korelasi yang sesuai dengan pedoman (1) dan (2) disebut korelasi sistematis bagian dan korelasi yang sesuai dengan pedoman (3) disebut korelasi sistematis total.

b. Prinsip Pengolahan Bahan dan Ulangan
Pengolahan bahan dan ulangan berkaitan dengan intensitas pemahaman bahan ajaran oleh siswa dalam rangka memperoleh pengertian yang mendalam tentang suatu bahan ajaran. Pengulangan dapat semakin meningkatnya penguasaan bahan ajaran serta semakin memperkokohnya. Dan hal itu membawa efek positif, yaitu penguasaan bahan ajaran yang kokoh dapat dengan mudah ditimbulkannya kembali swaktu-waktu diperlukan. Selain itu, apabila pengolahan bahan dan ulangan itu kurang, maka pengetahuan itu akan mudah hilang karena mudah dilupakan.

c. Prinsip Memenuhi Kebutuhan Siswa
Proses belajar mengajara akan berguna apabila sesuai dengan kebutuhan siswa . Oleh karena itu guru yang baik adalah guru yang harus mengerti kebutuhan siswa secara individual. Guru dituntut untuk hadir dengan perhatian individual siswanya dalam kelas klasikal. Kebutuhan yang secara umum berlaku pada semua siswa terdapat dalam kurikulum. Untuk itu menjadi tugas gurulah untuk meracik agar kurikulum itu selalu dapat memenuhi kebutuhan bersama siswa, juga dapat memenuhi kebutuhan siswa secara individual. Prinsip didaktis yang sesuai dengan upaya memenuhi kabutuhan siswa adalah prinsip praktis dan efisien. Praktis berarti bahan ajaran yang disajikan dalam proses belajar mengajar itu berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat. Dan efisien berarti hemat dalam penggunaan waktu, tenaga dan bahan , tetapi memperoleh hasil yang maksimal.

BAB II
INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR


A. Pengertian Interaksi Belajar Mengajar

Dalam kamus The Bloombury Cincise English Dictionary editor A.N. Mac Donald OBE BA (Oxon) interaksi berarti “to act on one another” (1985:263). Sedangkan dalam kamus lengkap Inggris Indonesia susunan S. Wojowasito disebutkan bahwa interaksi berarti hal pengaruh mempengaruhi (1972:72). Dengan dua pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa dalam interaksi itu muncul adanya beberapa pihak yang terlibat. Keterlibatan dua atau beberapa pihak itu tidak pasif, melainkan aktif. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa interaksi itu adalah hubungan aktif dua pihak atau beberapa pihak.

Belajar mengajar adalah dua kegiatan yang terjadi dalam satu kesatuan waktu dengan pelaku yang berbeda. Pelaku belajar adalah siswa dan pelaku mengajar adalah guru. Kegiatan siswa belajar dan guru mengajar berlangsung dalam proses yang bersamaan untuk mencapai tujuan instruksional . Jadi, interaksi belajar mengajar berarti hubungan aktif guru siswa dan siswa-siswa yang berlangsung dalam ikatan tujuan instruksional (untuk mencapai tujuan instruksional). Pelaksanaan interaksi itu senantiasa diperhitungkan dengan pencapaian tujuan instruksional. Sedangkan dalam mencapai tujuan instruksional tersebut diperlukan bahan, strategi, situasi, serta evaluasi. Bahan diperlukan sebagai isi interaksi. Strategi menyangkut cara penyampaian bahan atau isi interaksi. Situasi adalah kondisi yang memungkinkan proses interaksi itu dapat berlangsung dengan baik. Dan evaluasi dimaksudkan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan instruksional. Demikianlah, interaksi belajar mengajar itu mempunyai tujuh unsur (Winarno Surakhmad, 1980:16), yaitu :
1) siswa (yang belajar)
2) guru (yang mengajar)
3) tujuan (yang akan dicapai)
4) bahan ajaran (materi/isi)
5) Strategi (metode)
6) Situasi atau kondisi)
7) evaluasi (penilaian)

B. Unsur-unsur Dasar Interaksi Belajar Mengajar
Oleh karena interaksi belajar mengajar itu berupa hubungan aktif guru murid dan murid-murid dalam ikatan tujuan instruksional, maka yang menjadi unsure dasar interaksi belajar mengajar adalah: guru, siswa dan tujuan instruksional.
1.Guru
Seorang guru harus mengenal wawasan kependidikan guru (WKG), yaitu wawasan yang memandang hakikat manusia yang bernama guru, siswa serta hakikat belajar mengajar (Universitas Terbuka 1984/1985 :3). Dengan wawasan itulah guru akan memandang siswa sebagai manusia yang memiliki otonomi penuh dan sama sekali bukan orang yang tergantung kepada orang lain ataupun tergantung pada guru. Sebaliknya guru pun akan memandang dirinya bukanlah sebagai orang yang serba tahu, melainkan memandang dirinya sebagai manusia biasa yang penuh kekurangan. Hubungan guru siswa bukanlah hubungan pemberi-penerima, apalagi hubungan atasan-bawahan,melainkan hubungan kesejawatan.
Ada tiga macam kompetensi yang harus dimiliki seorang guru menurut Universitas Terbuka (1984/1985 ; 31), yaitu kompetensi professional, kompetensi social, dan kompetensi pribadi.
Ada sepuluh kompetensi profesional yang berhubungan dengan keahlian profesi guru, yaitu:
a. Menguasai bahan
1) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah
2) menguasai bahan pengayaan / penunjang bidang studi

b. Mengelola program belajar mengajar
1) merumuskan tujuan instruksional
2) mengenal dan dapat menggunakan prosedur instruksional yang tepat
3) melaksanakan program belajar mengajar
4) mengenal kemampuan anak didik
5) merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial

c. Mengelola kelas
1) mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran
2) menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi

d. Penggunaan media atau sumber
1) mengenal, memilih, dan menggunakan media
2) membuat alat-alat Bantu pelajaran sederhana
3) menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar
4) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar
5) menggunakan micro teaching unit dalam program pengalaman lapangan

e. Menguasai landasan-landasan kependidikan
f. Mengelola interaksi belajar mengajar
g. menilai prestasi siwa untuk kepentingan pengajaran

h. mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluh sekolah
1) mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan
2) menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah

i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
1) mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah
2) menyelenggarakan administrasi sekolah

j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran (Universitas Terbuka: 1984/1985 :25-26)
Kompetensi social atau kompetensi kemasyarakatan bagi guru adalah ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat , mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik dalam masyarakat tempatnya mengabdi.
Sedangkan kompetensi pribadi berkaitan dengan nilai pribadi guru sebagai individu. Seorang guru hendaknya memiliki sikap : terbuka, toleran, obyektif, jujur, wajar, demokratis, komunikasi hangat, kasih saying, tanggung jawab, adil, integritas, mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, serta mampu berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta baku (Universitas Terbuka, 1984/1985 : 46).

Selain itu, menurut Winarno Surakhmad (1980: 61-62) seorang guru hendaknya memiliki kecakapan serta pengetahuan dasar sedikitnya dalam empat bidang utama, yaitu :
a. Guru harus mengenal setiap murid yang dipercayakan kepadanya.
Pengenalan terhadap siswa bukan saja berkenaan dengan sifat, kebutuhan, jenis
minat, kemampuan, cara belajar yang bersifat umum, melainkan juga terhadap sifat,
kebutuhan, minat, pribadi serta aspirasi tiap-tiap siswa secara
khusus.
b. Guru harus memiliki kecakapan memberikan bimbingan.
Kegiatan mengajar termasuk salah satu bentuk bimbingan. Bentuk bimbingan yang
berupa aktivitas mengajar berpusat pada kemampuan intelektual guru. Untuk itu
guru perlu memiliki pengetahuan yang memungkinkan ia dapat menetapkan tingkat
tingkat perkembangan setiap siswa, baik perkembangan minat, kecakapan khusus,
maupun prestasi-prestasi lainnya.
c. Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan
diIndonesia. Bekal pengetahuan tentang tujuan pendidikan ini selain dapat
memberikan arah bagi aktivitas-aktivitas instruksionalnya dalam proses belajar
mengajar, juga dapt memberikan arti pada arah perkembangan siswanya.
d. Guru harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai ilmu yang
diajarkannya. Pengetahuan yang bulat berarti pengetahuan yang benar-benar ia
kuasai dengan lengkap dan menyeluruh. Guru yang dapat mengajar dengan baik adalah
guru yang benar-benar menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya. Selain itu
pengetahuan yang hendak diajarkannya hendaknya berupa pengetahuan baru, dan bukan
pengetahuan yang sudah ketinggalan.

Menurut S. L. La Sulo dkk (Micro Teaching, 1984 : V) dikatakan bahwa seorang guru hendaknya menguasai komponen-komponen ketrampilan mengajar. Ada empat belas ketrampilan mengajar yang harus dikuasai guru, yaitu :
a. Variasi stimulus (stimulus variation)
b. Siasat memulai atau membuka pelajaran (set induction)
c. Siasat menutup pelajaran (closure)
d. Isyarat atau sasmita (silence and non verbal cues)
e. Dorongan terhadap partisipasi siswa (reinforcement of student partisipation)
f. Kefasihan bertanya (fluency in asking question)
g. Pertanyaan menggali dan melacak (probing question)
h. Pertanyaan tingkat tinggi (higher oeder question)
i. Pertanyaan divergen (divergent question)
j. Mengenali tingkah laku yang tampak (recognizing attending behavior)
k. Pengilustrasian dan penggunaan contoh (illustrating and use of example)
l. Berceramah (lecturing)
m. Pengulangan yang direncanakan (planned repetition), dan
n. Kelengkapan berkomunikasi (completeness of communication).

Jika dioperasionalkan dalam bentuk perangkat pengajaran mikro, maka keempat belas komponen ketrampilan mengajar itu dapat dikelompokkan menjadi delapan perangkat keterampilan mengajar saja. Menurut Raflis Kosasi (1984 :V), kedelapan perangkat ketrampilan mengajar itu adalah :
a. keterampilan bertanya (dasar dan lanjut)
b. keterampilan memberikan penguatan
c. keterampilan mengadakan variasi
d. keterampilan menjelaskan
e. keterampilan membuka dan menutup pelajaran
f. ketrampilan memimpin diskusi kelompok kecil
g. keterampilan mengelola kelas
h. keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan.

Menurut N.A. Ametembun (1974 : 3), guru hendaknya mampu menjalankan tiga peran. Ketiga peran tersebut berkaitan dengan fungsi instruksional, fungsi edukasional, dan fungsi managerial. Tugas guru dalam fungsi instruksional adalah berkaitan dengan ilmu pengetahuan yaitu memberikan bimbingan kepada siswa agar para siswa menguasai pengetahuan. Tugas guru dalam fungsi edukasional adalah mendidik siswa agar mereka memiliki budi pekerti yang baik. Dan tugas guru dalam fungsi managerial adalah mengelola kelas, baik berupa fasilitas dan perlengkapan maupun unsure manusia itu sendiri yaitu siswa.

B. Siswa
Siswa adalah unsur dasar interaksi belajar mengajar yang melaksanakan aktivitas belajar. Siswa yang kadang-kadang disebut juga murid, subyek didik dan bahkan si belajar, merupakan pusat sasaran dalam pencapaian hasil ajar. Belajar yang dilaksanakan oleh subyek didik atau siswa diarahkan pada pencapaian tiga hal yaitu pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep dan kecekatan dan pembentukan sikap dan perbuatan (Winarno Surakhmad, 1980 : 65). Sedangkan menurut Bloom, tiga arah pencapaian hasil belajar itu berkenaan dengan domein kognitif, domein psikomotorik dan domein afektif. Untuk mencapai tiga hasil belajar tersebut siswa melaksanakan aktivitas belajar dengan menyelami sedikitnya tiga proses. Proses yang pertama berupa pemahaman segala sesuatu yang menjadi subyek belajarnya. Proses yang kedua berupa pemilikan keterampilan dari suatu konsep yang memerlukan aktivitas. Dan proses pemahaman suatu konsep guna memandang baik buruknya sesuatu.

Menurut Winarno Surakhmad (1980 : 65-67), perilaku belajar yang ditunjukkan siswa mempunyai lima karakteristik. Lima karakteristik belajar siswa tersebut adalah :
1) Belajar terjadi dalam situasi yang berarti secara individual
Proses belajar siswa tidak terjadi dalam ruang kelas yang hampa tanpa makna.
Siswa belajar dalam situasi yang bermakna. Situasi yang bermakna tersebut
dinamakan situasi belajar. Situasi belajar ditandai oleh motif-motif tertentu
berkenaan dengan pencapaian tujuan instruksional.
2) Motivasi sebagai daya penggerak
Dalam hal melaksanakan aktivitas belajar siswa hadir dengan motivasinya. Motivasi
itulah yang menggerakkan diri siswa untuk belajar. Motivasi untuk mencapai tujuan
instruksional dapat membuat siswa ulet dalam menghadapi kesulitan, rintangan
rintangan, situasi-situasi yang kurang menyenangkan.
3) Hasil belajar berupa kebulatan pola tingkah laku
Hasil aktivitas belajar siswa tidak pernah terpisah-pisah, melainkan senantiasa
menunjukkan kesatuan yang menyeluruh. Pola tingkah laku yang merupakan hasil
belajar siswa akan terlihat dari perbuatan reaksi dan sikap murid secara fisik
maupun mental, serta efek-efek pengiringnya.
4) Siswa menghadapi situasi secara pribadi
Situasi belajar mengajar yang terjadi tidak bisa dan tidak mungkin
diabaikan oleh siswa barang sedikitpun. Sebaliknya, seorang siswa pun tidak dapat
hanya mencurahkan sebagian perhatiannya pada situasi yang terjadi. Dan keadaan
ini tentulah berbeda dengan siswa lain ataupun situasi lain. Karena itu perhatian
secara individual terhadap pribadi siswa dalam proses belajar mengajar perlu
diberikan.
5) Belajar berarti mengalami
Tidak ada belajar yang tidak mengalami. Aktivitas belajar menuntut penghayatan
terhadap sesuatu secara actual. Dan penghayatan itulah yang akan menimbulkan
respon-respon tertentu. Tidak ada respon jika tidak ada penghayatan.

C. Tujuan Instruksional
Ada empat tujuan yang sering dibicarakan para ahli apabila mereka membahas interaksi belajr mengajar. Keempat tujuan itu adalah tujuan pendidikan, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.
Tujuan pendidikan adalah tujuan pendidikan seperti yang tertera dalam GBHN.Tujuan pendidikan di sini berupa rumusan mengenai gambaran yang ideal (yang dicita-citakan) oleh bangsa Indonesia setelah seseorang menyelesaikan program pendidikan tertentu (Moerdjono 1977: 5).
Tujuan Instusional adalah tujuan institusi atau tujuan lembaga pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Apabila kita berbicara tentang tujuan lembaga pendidikan seperti SMA, SMP, SMEA, atau SPG bahkan akademi / univesitas, maka yang kita bahas tidak lain adalah tujuan institusional.
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang pencapaiannya dibebankan kepada program suatu bidang pelajaran. Tujuan kurikuler disebut juga tujuan bidang studi (Depdikbud 1976 : kata pengantar).
Tujuan Instruksional adalah tujuan yang pencapaiannya dibebankan kepada suatu program pengajaran suatu bidang pelajaran.(Depdikbud 1976: kata pengantar).Ada dua macam tujuan instruksional yaitu tujuan instruksional umum (TIU) atau disebut juga tujuan umum pengajaran (TUP) dan tujuan instruksional khusus (TIK) atau disebut juga tujuan khusus pengajaran (TKP). Tujuan instruksional umum menyangkut tujuan mata pelajaran, sedangkan tujuan instruksional khusus adalah tujuan pokok bahasan (Moerdjono 1977:7)

Yang paling dekat berkaitan dengan interaksi belajar mengajar adalah tujuan instrusional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan instruksional umum sudah tertera dalam GBPP. Sedangkan tujuan instruksional khusus harus dirumuskan guru sebelum proses belajar-mengajar berlangsung. Hakekatnya tujuan instruksional khusus itu tidak lain adalah tingkah laku baru atau kemampuan baru setelah siswa mempelajari satu bahan ajaran atau satu pokok bahasan. Yang bertugas menyusu TIK / TIU adalah guru. Tujuan instruksional yang baik adalah tujuan yang berorientasi kepada siswa, bersifat menguraikan hasil belajar, jelas dan dapat dimengerti, serta dapat diobservasi atau diukur.

Tujuan instruksional yang berorientasi kepada siswa berarti memberikan tekanan kepada apa yang dapat dikerjakan siswa, dan bukanlah apa yang dapat dikerjakan guru. Tujuan yang merupakan hasil belajar berarti tujuan yang dirumuskan berkenaan dengan tingkah laku siswa setelah mempelajari sesuatu dan bukan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang menuju ke arah hasil belajar. Tujuan instruksional yang jelas dan dapat dimengerti adalah tujuan instruksional yang memenuhi syarat : keterincian, menggunakan kata kerja yang jelas, menguraikan satu tingkah laku tertentu, dan menunjuk objek dari tingkah laku tertentu, dan menunjuk objek dari tingkah laku tertentu itu.

Tujuan instruksional yang dapat diukur adalah tujuan instruksional yang menggunakan kata-kata kerja yang dapat diamati atau diukur. Kata-kata kerja yang dapat diamati dan diukur adalah kata-kata kerja yang eksplisit dan lazimnya obyek kata kerja itu juga dirumuskan dengan baik. Selain itu, agar tujuan instruksional dapat diobservasi hendaknya menggunakan kata kerja yang menguraikan suatu tindakan yang dapat diukur atau tindakan yang mengakibatkan hasil yang dapat diukur.
Tujuan instruksional yang baik adalah tujuan instruksional yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Dirumuskan dalam bentuk tingkah laku
2. Dirumuskan dengan istilah-istilah yang operasional dan cukup
spesifik
3. Hanya meliputi satu jenis tingkah laku
4. Dirumuskan dalam bentuk hasil belajar

Keuntungan merumuskan tujuan instruksional khusus menurut Suparmat (1979 ; 1), ada enam yaitu:
1. Pengajaran menjadi lebih baik
2. Hasil belajar menjadi lebih efisien
3. Strategi mengajar yang sesuai dapat dipilih
4. Semua pihak dapat ikut serta mendiskusikan pendapat-pendapatny dan
guru pun dapat memperjelas semua pilihan yang dibuat guru dan siswa
5. Evaluasi dapat lebih baik
6. Para siswa dapat menjadi evaluator sendiri


BAB III
CARA BELAJAR SISWA AKTIF


A. Pengertian CBSA
Cara belajar siswa aktif (CBSA) merupakan suatu kondisi belajar mengajar yang menuntut keaktifan siswa. Proses belajar mengajar atas dasar konsep CBSA menempatkan siswa sebagai titik pusat kegiatan belajar mengajar. Dan ini sebagai upaya untuk menghindari system instruksional yang menempatkan peranan dan aktivitas guru sebagai titik pusat kegiatan belajar mengajar. Keaktifan siswa dalam CBSA ditandai oleh keterlibatannya secara intelektual dan emosional, dan sama sekali tidak ditandai oleh gerakan-gerakan badaniah. Aneka ragam perilaku yang mengandung keaktifan dapat dijabarkan antara lain dengan kegiatan-kegiatan seperti : mendengarkan, mendiskusikan, membuat sesuatu, menulis sesuatu, menemukan sesuatu, menanyakan sesuatu dan sejenisnya. Jadi keaktifan dalam CBSA berupa keaktifan mental.

Menurut Mc Keachie dalam T. Raka Joni (1980: 2), ada tujuh dimensi didalam proses belajar mengajar yang menunjukkan variasi tingkat ke-CBSA-an, yaitu:
1. Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan belajar mengajar.
2. Tekanan pada aspek efektif dalam pengajaran.
3. Partisipasi siswa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
4. Penerimaan pengajar terhadap perbuatan dan kontribusi siswa yang kurang relevan
atau bahkan sama sekali salah.
5. kekohensipan kelas sebagai kelompok.
6. Kebebasan atau kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil
keputusan-keputusan penting dalam kehidupan sekolah.
7. Jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi masalah pribadi
siswa baik yang tidak berhubungan maupun yang berhubungan dengan pelajaran.

Yamanoto dan T. Raka Joni (1980 : 2) berpendapat bahwa ke-CBSA-an itu hendaknya ditinjau dari segi intensitas kedua belah pihak yang terlibat dalam proses belajar mengajar yaitu guru dan siswa. Semakin siswa terlihat dalam proses belajar mengajar semakin tinggi kadar CBSA itu.
Sementara itu David Ausubel dalam T. Raka Joni (1980 : 4) memandang ke-CBSA-an proses belajar mengajar atas dasar modus-modus kegiatan belajar-mengajar.

B. Hakikat CBSA
Batasan representatif yang dapat dikemukakan untuk istilah CBSA adalah suatu proses belajar mengajar dengan kondisi siswa terlibat secara intelektual-emosional, sehingga siswa menampakkan peran dan partisipasi aktifnya. Keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional itu terjadi dalam proses asimilasi dan akomodasi kognitif, proses penampilan langsung, dan proses penghayatan dan internalisasi nilai-nilai (Universitas Terbuka 1984/1985:4). Tiap-tiap proses berlangsung menuju pencapaian suatu hasil. Proses asimilasi dan akomodasi kognitif menghasilkan pengetahuan, proses penampilan langsung menghasilkan keterampilan, dan proses penghayatan dan internalisasi nilai-nilai menghasilkan nilai dan sikap.

C. Tujuan Penerapan CBSA
CBSA diterapkan untuk empat tujuan yang masing-masing berkaitan dengan empat aspek, yaitu : tujuan pendidikan, peningkatan motivasi, balikan dan mutu pendidikan (Universitas Terbuka 1984/1985: 6-8).
1. Tujuan Pendidikan
Dengan menerapkan CBSA diharapkan tujuan pendidikan baik tujuan instruksional maupun tujuan dengan rumusan formal seperti terdapat dalam GBHN dapat tercapai dengan baik. Bahkan lebih dari itu, CBSA dapat mencapai tujuan esensi pendidikan yaitu mencapai manusia yang tidak hanya mampu mandiri di dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi juga mampu berpartisipasi dalam penyempurnaan pembangunan masyarakat.
2. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
Keterlibatan mental psikologis yang maksimal dalam kegiatan belajar mengajar dengan cara terjun dan berperan aktif dalam berbagai aktifitas belajar akan semakin mempertebal motivasi. Pengalaman belajar dengan kesempatan mensoba sendiri, berusaha mencari jawaban atas beberapa masalah, bekerja sama dengan teman sejawat dalam menyelesaikan masalah akan lebih menantang pikiran siswa. Pikiran yang senantiasa tergerak dengan tanda bangkitnya rasa ingin tahu merupakan sarana yang ampuh dalam mencapai tujuan instruksional.
3. Memperoleh balikan yang berharga bagi penilian efektifitas pengajaran.
Pelaksanaan CBSA dengan komunikasi banyak arah, penggunaan mengajar berbagai strategi, dan pemanfaatan multimedia dapat merealisasikan balikan yang bermutu. Balikan tidak perlu ditunggu sampai proses belajar mengajar itu selesai, akan tetapi dapat segera diperoleh sementara proses disampaikan oleh guru. Respon siswa hanya terbatas pada guru dan tidak sampai pada ide ataupun serpon siswa yang lain.
4. Mutu pendidikan selalu berkenaan dengan mutu lulusan.
Dengan tercapainya esensi tujuan pendidikan, peningkatan motivasi, dan balikan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan program melalui pelaksanaan CBSA, maka mutu lulusan pun meningkat.

D. Jenis-jenis Antaraksi Belajar Mengajar
Menurut H.O. Lingdren dalam T. Raka Joni (1980 : 3-4) antaraksi belajar mengajar dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu :
1. Komunikasi satu arah
Materi komunikasi itu hanya berasal dari guru. Dalam kegiatan belajar mengajar jenis ini guru aktif menyampaikan bahan ajaran kepada siswa dan siswa hanya menerima saja apa-apa yang disampaikan guru.
2. Ada balikan dari guru tetapi tidak ada interaksi antar siswa.
Dalam kegiatan belajar mengajar jenis ini guru tetap aktif menyampaikan bahan
ajaran kepada siswa dan siswa juga memberikan responnya terhadap apa-apa yang
disampaikan guru. Respon siswa hanya terbatas pada guru dan tidak sampai pada ide
ataupun respon siswa lain.
3. Ada balikan bagi guru dan siswa saling belajar satu sama lain
Guru menyampaikan bahan ajaran kepada siswa, siswa merespon apa-apa yang
disampaikan guru dan juga merespon aktivitas lainnya.
4. Interaksi optimal antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa
Dalam proses belajar mengajar dengan jenis antaraksi ini guru dan siswa sama-
sama aktif, saling berinteraksi. Interaksi tidak terbatas pada guru siswa saja,
akan tetapi juga antar siswa saja. Mutu interaksinya pun tidak terbatas pada
menanyakan dan menjawab, akan tetapi juga pada mempertahankan argumentasi dan
pendapat.

E. Ciri-ciri Proses Belajar Mengajar Yang Berkadar CBSA Tinggi
Ciri-ciri atau hal-hal yang dapat digunakan untuk melihat kadar CBSA yang tinggi bertumpu pada empat dimensi yang saling berkait. Keempat dimensi yang saling terkait, adalah: dimensi siswa, dimensi guru, dimensi program, dan dimensi situasi belajar mengajar (Universitas Terbuka 1984/1985: 25-29).

1. Dimensi Siswa
Di dalam kelas yang berkadar CBSA tinggi siswa tau para siswa akan menampakkan :
a) keberaniannya untuk mewujudkan minat, keinginan, serta dorongan-dorongan lainnya.
b) keinginan serta keberaniannya mencari kesempatan untuk berpartisipasi.
c) kreatif dan penuh usaha dalam menyelesaikan kegiatan belajarnya sehingga mencapai
tingkat keberhasilan yang maksimal.
d) dorongan ingin tahu yang kuat untuk mengetahui dan mencoba sesuatu yang
baru.
e) rasa lapang dan bebas dalam melakukan aktivitas.

2. Dimensi Guru
Dalam proses belajar mengajar yang berkadar CBSA tinggi, guru akan menampakkan :
a) Membina usaha dan mendorong siswa dalam meningkatkan kegairahan dan partisipasi
aktif
b) Kemampuannya dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagi innovator dan monivator
c) Sikap yang tidak mendominasi
d) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara, irama, serta
tingkat kemampuannya
e) Kemampuannya untuk menggunakan bermacam-macam strategi mengajar serta
bermacam-macam media

3. Dimensi Program
Program belajar mengajar yang dapat menciptakan kelas dengan kadar CBSA tinggi adalah program yang memiliki karakteristik :
a. Sesuai dengan kebutuhan, minat dan kemampuan siswa
Apabila yang dipelajari siswa itu sesuai dengan kebutuhan, minat dan
kemampuannya, maka keaktifan belajarnya dapat diandalkan. Program yang dimaksud
disini adalah tujuan instruksional, konsep dan isi pelajaran. Bagaimanakah
menentukan tujuan instruksional, konsep, maupun isi pelajaran yang dapat memenuhi
kebutuhan, minat, dan kemampuan siswa dalam satu kelas mengingat para siswa
tersebut memiliki perbedaan-perbedaan individual.
b. Memungkinkan terjadinya pengembangan konsep
Program yang memungkikan terjadinya pengembangan konsep berarti program yang
mendorong terjadinya CBSA.
c. Tidak kaku dalam penentuan metode dan media
Program yang dapat diselesaikan dengan berbagai metode dengan bermacam-macam
media dapat membawa suasana yang dinamis. Kondisi kelas yang dinamis menandakan
kadar CBSA yang tinggi.

4.Dimensi Situasi Belajar Mengajar
Situasi belajar mengajar yang tercipta dalam proses belajar mengajar yang menerapkan CBSA dengan kadar tinggi akan memperlihatkan :
a. komunikasi guru murid dan murid-murid yang intim dan hangat
b. kegairahan dan kegembiraan siswa dalam belajar
Suasana kegairahan dan kegembiraan dalam proses belajar mengajar sangat
mendorong terjadinya kegiatan belajar yang intensif, yang sekaligus
menciptakan CBSA dengan kadar yang tinggi.

F.Implikasi CBSA Terhadap Pemilihan Strategi
Strategi belajar mengajar yang menampakkan karakteristik siswa, guru dan situasi seperti yang tergambar dalam ciri-ciri proses belajar mengajar yang berkadar CBSA tinggi adalah yang sesuai dengan karakteristik keempat dimensi tersebut. Oleh karena kelas yang berkadar CBSA tinggi memiliki siswa yang mempunyai sikap berani berpendapat, intim dan berani berpartisipasi, kreatif , ingin tahu, dan rasa bebas dan rasa lapang dalam beraktivitas: maka strategi yang sebaiknya dipilih adalah strategi diskoveri, strategi inkuiri, strategi diskusi, dan strategi kerja kelompok (Universitas Terbuka 1984/1985: 77).

Perilaku guru yang membina mendorong kegairahan dan partisipasi aktif siswa, menjalankan peran innovator dan motivator, tidak mendominasi proses belajar mengajar, memperhatikan perbedaan individual siswa, dan mampu menggunakan bermacam-macam strategi dengan pendekatan multimedia dapat menunjang serta memperkuat terwujudnya situasi belajar mengajar atau system lingkungan yang dapat membelajarkan siswa. Sedangkan strategi mengajar yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut adalah strategi heuristik/hipotetik dengan sua substrateginya, yaitu : diskoveri dan inkuiri, strategi pengajaran inti, dan strategi bermain peran atau simulasi.

Strategi diskoveri dan inkuiri dapat membuat guru tidak mendominasi kegiatan belajar mengajar karena siswalah yang aktif, guru hanya mendorong dan memberikan bimbingan secukupnya. Strategi pengajaran unit dapat memberikan perhatian kepada siswa secara individual. Dan strategi simulasi pun mampu memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk beraktivitas dalam rangka mencapai tujuan instruksional.
Tujuan instruksional, konsep dan isi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan kemampuan siswa , program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep, serta tidak kaku dalam penentuan metode dan media, menuntut guru untuk memilih strategi induktif, strategi heuristik, dan strategi diskusi kelompok (Universitas Terbuka,1984/1985 : 79). Strategi induktif memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan konsepnya, karena mereka tidak dipaksa untuk memahami suatu konsep melainkan justru mereka diminta untuk merumuskan konsep melalui kagiatan berfikir induktif. Strategi heuristik dapat memnuhi kebutuhan dan kemampuan siswa juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan penalarannya. Dan strategi kelompok pun selain dapat memenuhi kebutuhan siswa juga bukanlah merupakan strategi yang kaku dalam hal pemilihan media pengajaran.

Hal-hal yang dapat dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi mengajar yang menunjang tercapainya kelas berkadar CBSA tinggi adalah:
1) Tujuan instruksional yang akan dicapai
2) Kemampuan memahami siswa dengan segala keberadaannya sebagai pribadi
3) Kemampuan untuk menyikapi serta memperlakukan siswa sebagai pribadi secara
positif
4) Situasi belajar mengajar yang ingin diciptakan
5) Konsep serta isi pelajaran yang akan disampaikan( Universitas Terbuka 1984/1985
: 80).

BAB IV
MOTIVASI BELAJAR


A. Pengertian Motivasi Belajar

Istilah motivasi berasal dari kata bahasa latin “movere” yang berarti menggerakkan. Berdasarkan pengertian ini makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski dalam Suciati (1997 : 41) menjelaskan motivasi sebagai kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme. Ames dan Ames dalam Suciati (1997 : 41) menjelaskan motivasi dari pandangan kognitif. Menurut pandangan ini motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Seorang siswa yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas, akan termotivasi untuk melakukan tugas itu. Konsep diri yang positif ini menjadi motor penggerak bagi kemauannya. Sedangkan Cropley dalam Suciati (1997 : 42) menjelaskan bahwa motivasi adalah tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu. Dalam pengertian ini siswa, akan berusaha mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh.
Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, Keller dalam Suciati (1997 : 42) menyusun prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yang disebut sebagai model ARCS. Ada empat kategori kondisional yang harus diperhatikan oleh guru dala usaha menghasilkan proses belajar mengajar yang menarik, bermakna dan memberikan tantangan bagi siswa. Keempat kondisi motivasional tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Perhatian (Attention)
2. Relevansi ( Relevansi)
3. Kepercayaan Diri (Confidence)
4. Kepuasan (Satisfaction)
Dengan menggunakan model tersebut, guru duharapkan dapat menyusun rencana belajar mengajar yang mampu memotivasi siswa secara optimal.

1. Perhatian
Perhatian siswa muncul didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab itu rasa ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan, sehingga mahasisa akan memberikan perhatian dan perhatian tersebut terpelihara selama proses belajar mengajar, bahkan lebih lama lagi. Rasa ingin tahu ini dapat dirangsang atau dipancing melalui elemen-elemen yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, kontradiktif atau kompleks. Apabila elemen-elemen seperti itu dimasukkan dalam rancangan proses belajar mengajar dapat menstimulir rasa ingin tahu siswa. Namun perlu diperhatikan agar stimulus tersebut digunakan tidak berlebihan, sebab akan menjadikan stimulus hal biasa dan kehilangan keefektifannya.

Strategi untuk merangsang minat dan perhatian siswa adalah:
a. Gunakan metode penyampaian materi pelajaran yang bervariasi.
b. Gunakan media (transparansi, film, videotape, dsb) untuk melengkapi penyampaian
materi pelajaran.
c. Bila dirasa tepat gunakan humor dalam presentasi materi pelajaran, meskipun
materi pelajarannya sulit, misalnya matematika.
d. Gunakan peristiwa nyata, anekdot dan contoh-contoh untuk memperjelas konsep yang
diutarakan.
e. Gunakan teknik bertanya untuk melibatkan siswa .

2. Relevansi
Relevansi menunjukkan adanya hubungan materi pelajaran dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa akan terpelihara apabila mereka menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi, atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Kebutuhan pribadi dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu motif pribadi, motif instrumental dan motif cultural. Nilai motif pribadi mencakup tiga hal yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan yang memiliki kuasa, dan kebutuhan untuk berafiliasi. Nilai yang bersifat instrumental, dimana keberhasilan dalam menjalankan suatu tugas dianggap sebagai langkah untuk mencapai keberhasilan lebih lanjut. Nilai caracter, apabila tujuan yang ingin dicapai konsisten atau sesuai dengan nilai yang dipegang oleh kelompok yang diacu mahasiswa, seperti orang tua, teman dan sebagainya.

Strategi untuk menunjukkan relevansi proses belajar mengajar, yaitu :
a. Sampaikan kepada siswa apa yang akan dapat mereka lakukan setelah mempelajari
materi pelajaran. Ini berarti harus menjelaskan tujuan
instruksional.
b. Jelaskan manfaat pengetahuan atau keterampilan yang akan dipelajari, dan
bagaimana hal tersebut dapat diterapkan dalam pekerjaan nanti, atau bertanyalah
kepada siswa bagaimana materi pelajaran akan membantu mereka untuk melaksanakan
tugas dengan lebih baik dikemudian hari.
c. Berikan contoh, latihan atau tes yang langsung berhubungan dengan kondisi siswa
tertentu.

3. Percaya Diri
Merasa diri kompeten atau mampu, merupakan potensi untuk dapat berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Bandura dalam Suciati (1997; 46), mengembangkan konsep tersebut dengan mengajukan konsep “self efficacy”. Konsep tersebut berhubungan dengan keyakinan pribadi bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang menjadi syarat keberhasilan. Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Harapan ini seringkali dipengaruhi oleh pengalaman sukses di masa yang lampau. Dengan demikian ada hubungan spiral antara pengalaman sukses dan motivasi. Motivasi dapat menghasilkan ketekunan yang membawa keberhasilan (prestasi), dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas berikutnya.

Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri, yaitu:
a. Meningkatkan harapan siswa untuk berhasil dengan memperbanyak pengalaman
berhasil siswa, misalnya dengan menyusun materi pelajaran agar mudah dipahami,
diurutkan dari materi yang mudah ke yang sukar. Dengan demikian siswa merasa
mengalami keberhasilan sejak awal proses belajar mengajar.
b. Susunlah materi pelajaran ke dalam bagian –bagian yang lebih kecil, sehingga
siswa tidak dituntut untuk mempelajari terlalu banyak konsep baru sekaligus.
c. Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan persyaratan untuk
berhasil. Hal ini dapat dilakukan dengan menyebutkan tujuan instruksional dan
criteria tes atau ujian pada awal perkuliahan. Hal tersebut akan membantu siswa
mempunyai gambaran yang jelas mengenai apa yang diharapkan.
d. Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan strategi yang
memungkinkan kontrol keberhasilan di tangan siswa sendiri. Hal ini dilakukan
dengan mencantumkan strategi mengajar dan kriteriadi dalam rancangan pengajaran
untuk menentukan berhasil atau tidaknya siswa.
e. Tumbuh kembangkan kepercayaan diri siswa dengan mengatakan “nampaknya kalian
telah memahami konsep ini dengan baik”, serta menyebutkan kelemahan siswa sebagai
hal-hal yang masih perlu dikembangkan.
f. Berikan umpan balik yang konstruktif selama proses belajar mengajar agar siswa
mengetahui pemahaman dan prestasi belajar mereka sajauh ini.

4. Kepuasan
Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan menghasilkan kepuasan, dan mahasiswa
akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang serupa. Kepuasan
karena mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekwensi yang diterima, baik yang
berasal dari dalam ataupun dari luar siswa.
Strategi untuk meningkatkan kepuasan yaitu :
a. Gunakan pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif, bukan ancaman
atau sejenisnya.
b. Berikan kesempatan kepada siswa untuk segera menggunakan atau mempraktekkan
pengetahuan yang baru dipelajari.
c. Minta kepada siswa yang telah menguasai keterampilan atau pengetahuan untuk
membantu teman-temannya yang belum berhasil.
d. Bandingkan prestasi siswa dengan prestasinya sendiri di masa lalu dengan suatu
standar tertentu, bukan dengan siswa lainya.


BAB V
DASAR-DASAR KOMUNIKASI DAN KETERAMPILAN MENGAJAR


A. Dasar-Dasar Komunikasi
1. Pengertian
Komunikasi dapat didefinisikan dengan berbagai cara antara lain seperti berikut :
a. Komunikasi dapat dipandang sebagai proses penyampaian informasi. Dalam pengertian
ini, keberhsilan komunikasi sangat tergantung dari penguasaan materi dan
pengaturan cara-cara penyampaiannya, sedangkan pengirim dan penerima pesan
bukan merupakan komponen yang menentukan
b. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan dari seorang kepada orang lain.
pengertian ini secara implisit menempatkan pengirim pesan sebagi penentu utama
kePberhasilan, sedangkan penerima pesan dianggap obyek yang pasif.
c. Komunikasi diartikan sebagai proses penciptaan arti terhadap gagasan atau ide
yang disampaikan. Pengertian ini memberikan pesan yang seimbang antara pengirim
pesan, pesan yang disampaikan dan penerima pesan, yang merupakan 3 komponen utama
dalam proses komunikasi.Pesan dapat disimpulkan melalui berbagai media, namun
pesan itu hanya punya arti jika pengirim dan penerima pesan berusaha menciptakan
arti tersebut (Wiryawan & Noorhadi dalam Wardani, 1997:69-70).

2.Proses Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses, bukan hal yang statis. Implikasi dari hal ini bahwa komunikasi memerlukan tempat, dinamis, menghasilkan perubahan dalam usaha mencapai hasil, melibatkan interaksi bersama, serta melibatkan suatu kelompok. Pengirim pesan melakukan “encode”, yaitu memformulasikan pesan yang akan disampaikannya dalam bentuk code yang sedapat mungkin dapat ditafsirkan oleh penerima pesan. Berhasil tidaknya komunikasi atau tercapai tidaknya tujuan komunikasi tergantung dari ketiga komponen tersebut. Dilihat dari prosesnya komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan bahasa, baik bahasa tulis maupun bahasa lisan. Sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan isyarat, gerak gerik, gambar, lambing, mimik muka dan lain sebagainya.

3.Syarat-syarat Keberhasilan Komunikas
Ketercapaian tujuan komunikasi merupakan keberhasilan komunikasi. keberhasilan ini tergantung dari berbagai factor sebagai berikut :
a. Komunikator (Pengirim Pesan)
Komunikator merupakan sumber dan pengirim pesan. Kepercayaan penerima pesan
pada komunikator serta keterampilan komunikator dalam melakukan komunikasi
menentukan keberhasilan komunikasi.

b. Pesan Yang Disampaikan
Keberhasilan komunikasi tergantung dari :
1) daya tarik pesan itu sendiri
2) kesesuaian pesan dengan kebutuhan penerima pesan
3) lingkup pengalaman yang sama antara pengirim dan penerima pesan tentang pesan
tersebut
4) peran pesan dalam memenuhi kebutuhan penerima pesan

c. Komunikan (Penerima Pesan)
Keberhasilan komunikasi tergantung dari :
1) kemampuan komunikan menerima pesan
2) komunikan sadar bahwa pesan yang diterima memenuhi kebutuhannya
3) perhatian komunikan terhadap pesan yang diterima

d. Konteks
Komunikasi berlangsung dalam setting atau lingkungan tertentu. Lingkungan yang kondusif (nyaman, menyenangkan, aman, menantang) sangat menunjang keberhasilan komunikasi.

e. Sistem Penyampaian
Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metode dan media. Metode dan media yang sesuai dengan berbagai jenis indera penerima pesan yang kondisinya berbeda-beda akan sangat menunjang keberhasilan komunikasi.

B. Komunikasi Antar Pribadi
1. Definisi
Secara umum komunikasi antar pribadi dapat didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung secara informal antara dua orang individu. Dengan perkataan lain komunikasi jenis ini dapat dikatakan berlangsung dari hati ke hati karena antara kedua individu yang berkomunikasi tersebut terdapat hubungan saling mempercayai. Komunikasi secara pribadi dapat terjadi dalam berbagai situasi dan tempat(Wardani 1997: 72). Komunikasi antar pribadi akan berlangsung secara efektif, jika pihak yang berkomunikasi menguasai keterampilan berkomunikasi antar pribadi. Keterampilan ini sebenarnya tanpa sengaja telah dilatihkan melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

2. Komunikasi Antar Pribadi dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar pribadi merupakan peristiwa yang seharusnya muncul setiap saat. Komunikasi ini jelas terjadi antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa. Keefektifan komunikasi tersebut seperti sudah disiratkan di atas sebenarnya sangat tergantung dengan kedua belah pihak yang berkomunikasi. Namun karena guru yang memegang kendali kelas, tanggung jawab terjadinya komunikasi antar pribadi yang sehat dan efektif terletak di tangan guru. Keberhasilan guru dalam mengemban tanggung jawab tersebut sangat tergantung dari keterampilan guru didalam melakukan komunikasi ini.

3. Komponen Keterampilan Berkomunikasi Antar Pribadi
Sokolove dan Sadker dalam Wardani (1997 : 73) merinci keterampilan berkomunikasi antar pribadi menjadi 3 kelompok,yaitu:

a. Kemampuan untuk Mengungkapkan Perasaan Siswa
Kemampuan ini berkaitan dengan penciptaan iklim yang positif dalam kegiatan belajar, yang memungkinkan siswa mau mengungkapkan perasaan atau masalah yang dihadapinya tanpa merasa dipaksa atau dipojokkan. Iklim yang demikian ini dapat ditumbuhkan guru dengan dua cara, yaitu menunjukkan sikap memperhatikan dan mendengarkan dengan aktif. Dalam usaha menumbuhkan iklim ini guru perlu bersikap : 1. memberi dorongan, bukan bermusuhan, 2. bertanya bukan menghakimi, 3. fleksibel (luwes), bukan terstruktur.
Sikap memperhatikan dapat ditunjukkan dengan berbagai cara seperti mengadakan kontak pandang, mimik muka maupun gerakan tubuh, mengucapkan kata-kata singkat misalnya ya, benar, yang semuanya ini menunjukkan bahwa guru sedang mendengarkan siswa yang berbicara. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sikap memperhatikan yang efektif dapat ditunjukkan dengan dua cara yaitu isyarat non verbal serta isyarat verbal.

b. Kemampuan Menjelaskan Perasaan yang Diungkapkan Siswa
Bila siswa sudah bebas mengungkapkan perasaan atau masalah yang dihadapinya, tugas guru kini adalah membantu siswa untuk mengklarifikasi ungkapan perasaan tersebut. Untuk itu guru perlu menguasai dua jenis keterampilan, yaitu merefleksikan dan mengajukan pertanyaan inventori. Agar dapat merefleksikan ungkapan perasaan siswa secara efektif, guru perlu mengingat hal-hal berikut:
1) Hindari prasangka terhadap pembicara atau topik yang dibicarakan
2) Perhatikan dengan cermat semua isyarat verbal dan non verbal dari pembicara
3) Lihat, dengarkan dan rekam dalam hati kata-kata / perilaku khas yang
diperlihatkan pembicara.
4) Bedakan/simpulkan kata-kata yang bersifat emosional.
5) Beri tanggapan kepada siswa dengan cara memparaphrase kata-kata yang diucapkan,
menggambarkan perilaku khusus yang diperlihatkan dan tanggapan mengenai kedua hal
tersebut.
6) Jaga nada suara jangan sampai berteriak, menghakimi, atau seperti memusuhi.
7) Minta klarifikasi apakah yang dikatakan pada nomor 5 itu benar
demikian.

Dalam kaitan ini, pertanyaan inventory dapat didefinisikan sebagai pertanyaan yang menyebabkan orang melacak pikiran, perasaan, dan perbuatannya sendiri, serta menilai keefektifan dari perbuatan tersebut. Menurut pengamat psikologi humanistic, manusia yang sehat dan matamg mampu menilai perasaannya sendiri, menentukan tingkat produktivitasnya, dan kemudian berdasarkan kedua hal itu, memodifikasi perilakunya. Pertanyaan inventory dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Pertanyaan yang menuntut siswa untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya
seperti : bagaimana perasaan kalian ? Ceritakan apa yang kalian alami !
2) Pertanyaan yang menggiring siswa untuk mengidentifikasi pola-pola perasaan,
pikiran, dan perbuatannya. Bagaimana biasanya reaksi kalian dalam situasi seperti
ini ? Kondisi apa yang menyebabkan kalian bereaksi seperti itu?
3) Pertanyaan yang menggiring siswa untuk mengidentifikasi konsekwensi / akibat dari
perasaan, pikiran dan perbuatannya. Contoh : Apa yang terjadi kalau kalian
bereaksi seperti itu ? Apa akibat respons yang kalian berikan tersebut bagi
kalian sendiri ? Bagaimana perasaan setelah perilaku itu kalian tunjukkan.

c. Mendorong Siswa untuk Memilih Perilaku Alternatif
Kemampuan ini meliputi hal-hal berikut:
1) Kemampuan mencari / mengembangkan berbagai perilaku alternatif yang sesuai.
2) Kemampuan melatih perilaku alternatif serta merasakan apa yang dihayati siswa
dengan perilaku tersebut.
3) Menerima balikan dari orang lain tentang keefektivan setiap perilaku alternatif
4) Meramalkan konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari setiap perilaku
alternatif.
5) Memilih perilaku alternatif yang tampaknya paling sesuai dengan kebutuhan pribadi
siswa.

d. Komunikasi Guru dan Siswa
Salah satu tugas guru yang utama dalam mengajar adalah menciptakan iklim belajar yang kondusif. Pada dasarnya, dalam suatu interaksi, iklim yang muncul diciptakan oleh kedua belah pihak, dalam hal ini oleh guru dan siswa. Namun, sebagai pengendali dalam kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung, dosen bertanggung jawab atas pengorganisasian kegiatan, waktu, fasilitas dan segala sumber yang dimanfaatkan dalam kelas. Oleh karena itu, terciptanya iklim yang kondusif tersebut sangat tergantung dari guru.

Untuk menciptakan iklim yang kondusif tersebut, W.R. Houston dalam Wardani (1997 : 76), menyarankan pentingnya pengkomunikasian harapan (expectation), dari guru kepada siswa. Harapan tercermin dari apa yang dikerjakan dan dibuat oleh guru dan siswa . Harapan dapat terdiri dari berbagai hal seperti :
1) tugas-tugas yang jelas diketahui oleh setiap siswa
1) pembagian waktu yang jelas untuk mengerjakan setiap tugas
2) perilaku yang semestinya ditunjukkan oleh mahasiswa dalam menyelesaikan
tugas-tugas
3) cara pemberian balikan untuk setiap tugas

Untuk memenuhi harapan tersebut, hal-hal berikut perlu diperhatikan oleh guru, yaitu:
1) Tujuan
Nyatakan tujuan / arah kegiatan pada awal proses belajar mengajar. Pengkomunikasian persyaratan materi pelajaran yang mencakup garis besar kegiatan dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa lulus dari mata pelajaran tersebut, merupakan salah satu cara untuk membuat para siswa sadar akan tujuan yang dicapai dan persyaratan untuk mencapainya.
2) Respek (Rasa Hormat)
Rasa hormat siswa terhadap guru dapat ditumbuhkan dengan cara menunjukkan lebih dahulu rasa respek guru terhadap siswa.
1) Keteraturan
Aturan kelas yang jelas, seperti cara mengajukan pertanyaan yang sopan, batas waktu mengerjakan tugas akan membuat keteraturan dan rasa aman dalam kelas.
2) Berlaku Adil
Perlakuan adil yang ditunjukkan oleh guru terhadap siswa, terutama yang berkaitan dengan aturan dan persyaratan mata pelajaran yang telah disepakati sebelumnya, akan membantu menumbuhkan iklim kerja yang positif.
3) Rasa Aman
Menjaga rasa aman para siswa dengan mencegah terjadinya kekacauan merupakan tantangan berat bagi guru-guru yang belum berpengalaman. Ketegasan, ketepatan dan kecepatan bertindak merupakan salah satu kunci dalam mencegah terjadinya hal-hal yang menghilangkan rasa aman.
4) Penuh Perhatian (caring)
Perhatian guru terhadap siswa, baik melalui kontak pandang, senyuman ataupun kata-kata yang wajar, akan membantu menumbuhkan iklim kelas kondusif, dan memenuhi harapan siswa.


C. Keterampilan Dasar Mengajar

1. Keterampilan Mengajar yang Bersifat Generik
Mengajar adalah perbuatan yang kompleks yang merupakan pengintegrasian secara utuh berbagai komponen kemampuan. Komponen kemampuan tersebut berupa pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan nilai, sebagian telah dibentuk secara bertahap sejak awal mulainya pelatihan ini. Penyajian prinsip-prinsip belajar, berbagai teori dan strategi mengajar, rancangan instruksional, serta evaluasi instruksional adalah merupakan contoh pembentukan kemampuan tersebut. Keterampilan dasar mengajar merupakan keterampilan yang kompleks pula, yang pada dasarnya merupakan pengintegrasian utuh dari berbagai keterampilan yang jumlahnya sangat banyak. Turney dalam Wardani (1997 : 79 ) mengatakan dalam penelitiannya bahwa terdapat 8 keterampilan dasar mengajar yang dianggap sangat berperan dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Kedelapan keterampilan tersebut adalah :
a. bertanya
b. memberi penguatan
c. mengadakan variasi
d. menjelaskan
e. membuka dan menutup pelajaran
f. membimbing diskusi kelompok kecil
g. mengelola kelas
h. mengajar kelompok kecil dan perorangan.

2.Cara Menguasai Keterampilan Dasar Mengajar
Untuk menguasai keterampilan dasar mengajar, para guru pemula perlu mengikuti langkah-langkah berikut:

a. Memahami hakikat, prinsip dan komponen keterampilan yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1) membaca dan mendiskusikan setiap jenis keterampilan
2) mengenal komponen-komponen keterampilan melalui: skrip mengajar yang tersedia dan pengamatan episode mengajar, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan dan dapat secara langsung, ataupun melalui video.

b. Penerapan Keterampilan dalam Bentuk Pengajaran Mikro
Latihan penguasaan keterampilan secara terpisah dilakukan dalam bentuk Pengajaran Mikro. Pengajaran Mikro adalah pengajaran biasa yang ukurannya diperkecil, sehingga memperlihatkan cirri-ciri sebagai berikut :
Tujuan pengajaran : terbatas (1-2 tujuan)
Tujuan latihan : penguasaan satu keterampilan
Materi pelajaran : terbatas (yang dapat disajikan dalam waktu 10-20 menit)
Jumlah siswa : 5-10 orang
Waktu : 10-20 menit
Pengajaran mikro dapat dilakukan dalam bentuk sebenarnya, yaitu dengan menggunakan siswa sebenarnya sebagai murid, dan dapat juga dilakukan dalam bentuk simulasi, yaitu dengan menggunakan teman sendiri sebagai murid (peer teaching).

c. Penerapan Keterampilan dalam Praktek Mengajar
Setelah melakukan latihan penguasaan keterampilan dalam bentuk pengajaran mikro, guru pemula kini meningkatkan latihannya dengan berlatih menerapkan keterampilan ini dalam praktek mengajar.Seyogyanya dalam hal ini guru pemula dibimbing oleh guru senior, sehingga setiap akhir latihan dapat diadakan diskusi balikan.

D. Uraian Singkat Delapan Keterampilan Dasar Mengajar

Setiap keterampilan dasar mengajar mempunyai komponen dan prinsip penggunaan tersendiri. Berikut ini diuraikan secara singkat komponen dan prinsip penggunaan setiap keterampilan, yang disarikan dari Seri Panduan Pengajaran Mikro no. 1-8 yang diterbitkan oleh Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta, 1985, dengan editor T. Raka Joni .

1. Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya sangat perlu dikuasai oleh guru karena hampir pada setiap kegiatan belajar mengajar guru mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan guru menentukan kualitas jawaban murid. Keterampilan bertanya terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Keterampilan bertanya dasar, dengan komponen-komponennya :
1) Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat
Susunan kata-kata perlu disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan siswa.
2) Pemberian acuan
Sebelum memberikan pertanyaan, kadang-kadang guru perlu memberikan acuan berupa pernyataan yang berisi informasi yang relevan dengan jawaban yang kita harapkan dari siswa.
3) Pemusatan Perhatian
Pada umumnya dimulai dengan pertanyaan berpusat (berfokus) luas, kemudian diikuti dengan pertanyaan yang lebih khusus yang berfokus sempit (sesuai dengan tujuan khusus pengajaran).
4) Penyebaran Pertanyaan
Giliran untuk menjawab pertanyaan harus disebar merata, baik kepada siswa yang duduk di depan maupun yang dibelakang, baik yang duduk di sudut depan maupun di sudut belakang.
5) Pemindahan Giliran
Pada mulanya guru memberikan pertanyaan ke seluruh kelas, kemudian memilih beberapa siswa untuk menjawab dengan cara menyebutkan nama mereka secara bergiliran.
6) Pemberian Waktu Berpikir
Setelah mengajukan satu pertanyaan kepada seluruh kelas, guru perlu memberikan waktu beberapa detik (maksimum ½ menit) sebelum menunjuk seorang siswa untuk menjawab.


7) Pemberian Tuntunan
Bila siswa memberikan jawaban yang salah atau kurang sempurna atau tidak dapat menjawab pertanyaan, maka siswa tersebut perlu mendapat tuntunan guru dengan harapan ia akan dapat menemukan jawaban yang benar, atau mendekati benar. Caranya adalah :
(a) Mengungkapkan sekali lagi pertanyaan itu dengan cara lain yang lebih sederhana dan dengan susunan kata yang lebih mudah dipahami siswa.
(b) Mengajukan pertanyaan lain yang lebih sederhana yang jawabannya dapat dipakai untuk menuntun siswa menemukan jawaban pertanyaan semula.
© Mengulangi penjelasan-penjelasan sebelumnya yang berhubungan dengan pertanyaan itu.

b. Keterampilan Bertanya Lanjut, yang terdiri dari komponen- komponen berikut :
1) Pengubahan tuntutan tingkat kognitif pertanyaan
Mengubah tuntutan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaan, yaitu dari tingkatan yang paling rendah (mengingat) ketingkat yang lebih tinggi seperti memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi.
1) Pengaturan urutan pertanyaan
Pengaturan urutan pertanyaan yaitu mulai dari pertanyaan yang paling sederhana didikuti dengan yang agak kompleks, sampai kepada pertanyaan yang paling kompleks.
2) Penggunaan pertanyaan pelacak dengan berbagi teknik seperti :
a) Klarifikasi yaitu meminta penjelasan lebih lanjut atas jawaban siswa
b) Meminta siswa memberi alas an atas jawabannya
c) Meminta kesepakatan pandangan dari siswa lain
d) Meminta ketepatan jawaban
e) Meminta jawaban yang relevan
f) Meminta contoh
e) Meminta jawaban yang lebih kompleks
g) Meningkatan terjadinya interaksi
Peningkatan terjadinya interaksi, dengan cara meminta siswa lain memberi jawaban atas pertanyaan yang sama..

c. Penerapan Tingkat Bertanya Menurut Teori Bloom
1) Pertanyaan Pengetahuan
Pertanyaan pengetahuan adalah pertanyaan yang menuntut siswa untuk menyebutkan kembali informasi (pelajaran).Siswa tidak dituntut untuk memanipulasi informasi, tetapi hanya dituntut untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari mereka sebelumnya. Pertanyaan ingatan merupakan pertanyaan dasar bagi tingkat berpikir yang lebih tinggi.


2) Pertanyaan Pemahaman
Pertanyaan pemahaman menuntut siswa untuk mendemonstrasikan bahwa dia telah mempunyai pemahaman yang cukup untuk mengorganisasi suatu informasi secara mental. Kemampuan siswa dalam memahami bahan informasi dapat ditunjukkan dengan cara memparafrase, membuat deskripsi dengan kata-kata sendiri, membuat suatu perbandingan, menerjemahkan bahan informasi dari bahan komunikasi verbal ke bentuk yang lain, misalnya grafik, rumus, skema, dan sebaliknya.
3) Pertanyaan Aplikasi
Pertanyaan aplikasi menuntut siswa untuk mengaplikasikan suatu aturan, hokum atau prinsip dalam situasi bawahan tunggal yang benar dari masalah itu.
4) Pertanyaan Analisis
Pertanyaan analisis mempunyai tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga pertanyaan yang pertama. Siswa dituntut lebih kritis dan mendalam. Ada tiga macam proses berpikir yang dirakit siswa dalam merespons pertanyaan analisis. Ketiga proses berpikir yang melibatkan da;lam merespons pertanyaan analisis tersebut, meliputi :
a) Mengidentifikasi motif, alas an atau penyebab kejadian spesifik.
b) Mempertimbangkan dan menganalisis informasi yang diperlukan agar tercapai suatu kesimpulan atau generalisasi berdasarkan informasi.
c) Menganalisis suatu kesimpulan, generalisasi untuk mendapat bukti yang dapat menunjang atau menolak kesimpulan atau generalisasi tersebut.
5) Pertanyaan Sintetis
Pertanyaan sintesis merupakan pertanyaan tingkat tinggi yang meminta siswa untuk menyusun suatu pemikiran mandiri dan kreatif. Jenis pertanyaan ini meminta kemampuan siswa untuk :
a) Menghasilkan bahan komunikasi yang orisinil
b) Membuat suatu prediksi
c) Memecahkan permasalahan
Meskipun pertanyaan aplikasi menuntut siswa untuk memudahkan masalah, ada perbedaan yang jelas dengan pemecahan masalah yang dituntut oleh pertanyaan sintesis. Pertanyaan sintesis tidak menuntut adanya satu pemecahan masalah atau jawaban yang benar sehingga, dengan demikian jawaban-jawaban bervariasi.
6) Pertanyaan Evaluasi
Pertanyaan evaluasi tidak punya satu jawaban yang benar. Siswa dituntut untuk membuat keputusan baik tidaknya suatu ide atau gagasan, pemecahan masalah atau karya seni. Di samping itu pertanyaan evaluasi meminta siswa mengemukakanpendapatnya terhadap suatu isu. Untuk dapat membuat suatu keputusan, siswa diminta menentukan criteria-kriteria yang dipergunakannya. Kriteria itu dapat berbeda-beda sehingga dengan demikian akan diperoleh jawaban yang berbeda-beda (Hasibuan, dkk. 1988 :44-51).


2. Keterampilan Memberi Penguatan
Penguatan adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Seorang guru perlu menguasai keterampilan memberikan penguatan karena penguatan merupakan dorongan bagi siswa untuk meningkatkan penampilannya, serta dapat meningkatkan perhatian.
Penguatan dapat diberikan dalam bentuk :
a. Verbal yaitu berupa kata-kata / kalimat pujian, seperti bagus, tepat sekali atau “saya puas akan pekerjaanmu”.
b. Non Verbal, yaitu berupa :
1) gerak mendekati
2) mimik dan gerakan badan
3) sentuhan
4) kegiatan yang menyenangkan
5) token (symbol atau benda kecil)
Dalam pemberian penguatan, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut :
a. Penguatan harus diberikan dengan hangat dan antusias sehingga peserta dapat merasakan kehangatan tersebut.
b. Penguatan yang diberikan harus bermakna, yaitu sesuai dengan perilaku yang diberi penguatan.
c. Hindarkan respon negatif terhadap jawaban peserta.
c. Peserta yang diberikan penguatan harus jelas (sebutkan namanya atau tujukan pandangan kepadanya)
d. Penguatan dapat juga diberikan kepada kelompok peserta tertentu.
e. Agar menjadi lebih efektif, penguatan harus diberikan segera setelah perilaku yang baik ditunjukkan.
f. Jenis penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi.

3. Keterampilan Mengadakan Variasi
Kehidupan akanmenjadi lebih menarik jika dijalani dengan penuh variasi. Variasi dalam kegiatan belajar mengajar adalah perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi para siswa, serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan. Variasi dalam kegiatanbelajar mengajar dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Variasi dalam gaya mengajar guru, yangh dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti:
1) Penggunaan variasi suara
Dalam hal ini termasuk pengubahan nada suara yang keras menjadi lemah, dari tinggi menjadi rendah, dari cepat berubah menjadi lambat, dari suara gembira menjadi sedih, atau pada saat memberikan tekanan pada kata-kata tertentu, atau juga dapat mengucapkannya lambat-lambat sehingga dapat diikuti dengan jelas sekali.
2) Pemusatan perhatian
Memusatkan perhatian pada hal yang dianggap penting dapat dilakukan oleh guru dengan perkataan seperti “perhatikan baik-baik”, “nah, ini penting sekali”, “dengar baik-baik”, “ini agak sukar dipahami” dan lain sebagainya. Biasanya cara pemusatan ini diikuti dengan isyarat seperti menunjukkan kepada gambar yang tergantung di dinding, atau kepada papan tulis, dan sebagainya.

3) Membuat kesenyapan sejenak
Adanya kesenyapan yang tiba-tiba yang disengaja oleh guru pada saat guru menerangkan sesuatu merupakan alat yang baik untuk menarik perhatian karena pengubahan stimulus dari adanya suara ke keadaan tenang atau senyap atau dari keadaan adanya kesibukan kegiatan dihentikan, akan dapat menarik perhatian, sebab siswa ingin tahu “ ada apa” yang terejadi.
4) Mengadakan kontak pandang
Guru pada saat berbicara atau berinteraksi dengan siswanya, sebaiknya pandangannya menjelajahi seluruh kelas dan melihat kepada mata siswa untu menunjukkan hubungan yang intim dengan mereka.
5) Variasi gerak badan dan mimik
Variasi dalam ekspresi wajah guru, gerakan kepala, gerakan badan, adalah aspek yang penting dalam berkomunikasi. Hal ini tidak saja sekedar menarik perhatian siswa tetapi dapat pula menyampaikan arti dari pesan lisan yang dimaksudkan. Ekspresi wajah misalnya : cemberut, tersenyum, mengerutkan dahi, menikkan alis, dan lain-lain. Gerakkan kepala misalnya mengangguk, menggeleng, mengangkat atau menundukkan kepala. Gerakan badan misalnya : mengangkat bahu, berdiri diam kaku, santai berjalan mendekat atau menjauhi siswa.
6) Pergantian posisi guru dalam kelas
Pergantian posisi guru dimaksudkan untuk tetap mempertahankan perhatian murid. Pergantian posisi di sini dimaksudkan kearah depan atau belakang, ke bagian kiri samping siswa. Kadang –kadang guru berdiri atau duduk.

b. Variasi dalam penggunaan media dan bahan pelajaran, yang meliputi :
1) Variasi bahan dan alat yang dapat dilihat
Yang termasuk kedalam golongan ini adalah pemakaian bermacam alat dan bahan yang meliputi benda atau objek sederhana, grafik, gambar di papan tulis, papan bulletin, film, televisi, sumber-sumber di perpustakaan, ukiran peta, poster dan sebagainya.
2) Variasi alat dan bahan yang dapat didengar
Biasanya suara guru merupaka mode komunikasi yang utama dalam kelas. Selain suara keras- lemah, tinggi-rendah, cepat-lambat, dan gembira atau sedih dari kualitas suara yang dapat divariasikan oleh guru, juga pertukaran kegiatan mendengar suara guru dengan selingan rekaman suara, atau suara radio, suara musik, deklamasi yang dibacakan siswa, drama, diskusi dan sebagainya.
3) Variasi alat dan bahan yang dapat diraba dan dimanipulasi
Penggunaan alat dan bahan yang dapat diraba, dicium baunya, ataupun dimanipulasi, sangat membantu menarik perhatian siswa. Alat dan bahan dapat diberikan kepada siswa untuk diraba dan dimanipulasi.



c. Variasi dalam Pola Interaksi dan Kegiatan
Pola interaksi dapat berbentuk : klasikal, kelompok, dan perorangan sesuai dengan keperluan, sedangkan variasi kegiatan dapat berupa mendengarkan informasi, menelaah materi, diskusi, latihan atau demonstrasi.



4. Keterampilan Menjelaskan
Dalam kaitan dengan kegiatan belajar mengajar, atau pelatihan, menjelaskan berarti mengorganisasikan materi pelajaran dalam tata urutan yang terencana secara sistematis, sehingga dengan mudah dapat dipahami oleh siswa. Dari definisi ini dapat dipahami bahwa keterampilan menjelaskan mutlak perlu dimiliki oleh para guru.
Kegiatan menjelaskan bertujuan untuk :
a. Membimbing siswa memahami berbagai konsep, hokum, prinsip atau prosedur.
b. Membing siswa menjawab pertanyaan “mengapa” secara bernalar.
c. Melibatkan siswa untuk berfikir.
d. Mendapatkan balikan mengenai pemahaman siswa.
e. Menolong siswa menghayati berbagai proses penalaran.
Keterampilan menjelaskan terdiri dari barbagai komponen sebagi berikut :
a. Menganalisis dan merencanakan
Penjelasan yang diberikan oleh guru perlu direncanakan dengan baik. Dalam merencanakan ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu isi pesan yang akan disampaikan dan penerima pesan itu sendiri (siswa).
1) Yang berhubungan dengan isi pesan (materi).
a) Menganalisis masalah secara keseluruhan. Dalam hal ini termasuk mengidentifikasi unsur- unsur apa yang dihubungkan dalam penjelasan itu.
b) Menentukan jenis hubungan yang ada antara unsur- unsur yang dikaitkan itu, misalnya unsur yang satu bertentangan dengan yang lain.
c) Menggunakan hokum, rumus, atau generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan.
2) Yang berhubungan dengan penerima pesan (siswa)
Dalam merencanakan suatu penjelasan harus dipertimbangkan penerima pesan, yaitu kepada siapa penjelasan itu hendak disajikan. Mengetahui siswa yang akan dibri penjelasan sangat penting bagi seorang guru karena berhasil tidaknya penjelasan tersebut sangat banyak bergantung kepada siswa yang mendengarkan. Sehubungan dengan hal itu juga, ada tiga pertanyaan yang harus membimbing seseorang untuk merencanakan suatu penjelasan, yaitu :
a) Apakah penjelasan itu cukup relevan dengan pertanyaan yang diajukan oleh siswa atau dengan situasi yang kelihatannya membingungkan mereka.
b) Apakah penjelasan itu mamadai, yaitu mudah diserap oleh siswa melalui apa yang telah diketahuinya.
c) Apakah penjelasan itu cocok dengan khasanah pengetahuan anak pada waktu itu.



b. Menjelaskan suatu penjelasan
Suatu perencanaan yang baik tidak akan berhasil bila penyajiannya kepada pendengarnya tidak baik. Hasil pelaksanaan atau penyajiannya dapat ditingkatkan dengan memperhatikan sub komponen di bawah ini :
1) Kejelasan, yang dapat dicapai dengan berbagai cara seperti :
a) bahasa yang jelas
b) berbicara yang lancar
c) mendifinisikan istilah-istilah teknis
d) berhenti sejenak untuk melihat respon siswa atau penjelasan siswa
2) Penggunaan contoh dan ilustrasi
Pemahaman siswa terhadap konsep baru atau konsep yang sulit dapat ditingkatkan dengan menghubungkan konsep tersebut dengan pengetahuan atau situasi yang telah diketahui siswa sebelumnya. Sedapat mungkin contoh yang digunakan adalah contoh yang jelas, nyata dengan benda-benda yang dapat ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Pola pemberian contoh dengan mengkaitkan dengan generalisasi (dalil) biasanya menjadikan penjelasan lebih efektif. Salah satu contoh pola ini yang sangat dianjurkan untuk digunakan dalil-contoh-dalil, yakni dimulai dengan suatu pernyataan pendahuluan singkat atau generalisasi (dalil), diikuti dengan contoh-contoh pernyataan (dalil) tadi, dan disimpulkan dengan mengulang pertanyaan pertama.
Pada umumnya ada dua pola menghubungkan contoh dan dalil yang mempunyai keefektifan tinggi, yaitu :
a) Pola induktif, yakni guru memberikan contoh-contoh terlebih dahulu, dan akhirnya dari contoh-contoh tersebut ditarik kesimpulan umum atau dalil ( rumus).
b) Pola deduktif, jakni contoh-contoh digunakan untuk mem
perjelas atau merinci lebih dalam suatu hokum atau generalisasi yang telah diberikan lebih dahulu.
Pola mana yang akan dipakai akan sangat tergantung kepada jenis bidang studi, usia siswa, dan latar belakang pengetahuan siswa tentang pelajaran tersebut.
3) Pemberian tekanan
Dalam suatu penjelasan guru harus memusatkan perhatian siswa kepada masalah pokok dan cara memecahkannya, serta mengurangi informasi yang tidak begitu penting. Ada dua kategori dalam pemberian tekanan, yaitu :
a) Memberikan tekanan pada suara guru dalam butir-butir yang dianggap penting. Di samping tekanan suara, juga perubahan mimik dan gerakan tubuh dapat digunakan dalam memberikan penekanan.
b) Membuat struktur sajian, yaitu memberikan informasi yang menunjukkan arah atau tujuan utama sajian. Hal ini dapat dilakukan dengan tiga cara :
(1) dengan memberikan ikhtisar dan pengulangan
(2) dengan memarafrase (mengatakan dengan kalimat lain) jawaban siswa
(3) dengan memberikan (isyarat) lisan seperti “pertama”, “kedua”, dan sebagainya.
4) Balikan tentang penjelasan yang disajikan dengan melihat mimik siswa atau mengajukan pertanyaan.
Dalam menyajikan penjelasan, guru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pemahaman ataupun keraguannya (ketidak mengertiannya) selama penjelasannya itu berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menjawabnya, ataupun dengan memperhatikan tingkah laku dan mimik mereka selama penjelasan itu disajikan. Berdasarkan balikan itu, guru melakukan penyesuaian dalam penyajiannya, misalnya kecepatannya, memberikan contoh tambahan atau penggunaannya, atau mengulangi atau menyebut kembali hal-hal yang penting. Pemahaman dan keterlibatan siswa dapat ditingkatkan dengan cara memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyebutkan contoh-contoh berdasarkan pengalaman sendiri.
Dalam menerapkan keterampilan menjelaskan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Penjelasan dapat diberikan pada awal, tengah, maupun akhir pelajaran sesuai dengan keperluan.
b) Penjelasa harus relevan dengan tujuan
c) Materi yang dijelaskan harus bermakna.
d) Penjelasan yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan latar belakang siswa.

5. Keterampilan Membuka dan menutup Pelajaran
Membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan penuh perhatian pada diri siswa. Sedangkan menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan inti pelajaran. Tujuan kegiatan membuka dan menutup pelajaran adalah :
a. Membangkitkan motivasi dan perhatian
b. Membuat siswa memahami batas tugasnya.
c. Membantu siswa memahami hubungan berbagai materi yangdisajikan
d. Membantu siswa mengetahui tingkat keberhasilannya.

Kompinen-komponen keterampilan membuka dan menutup pelajaran adalah sebagai berikut :
a. Membuka Pelajaran, mencakup hal-hal berikut :
1) Menarik perhatian siswa, dengan cara :
a) Gaya mengajar guru
b) Penggunaan media pengajaran
c) Pola interaksi yang bervariasi
2) Menimbulkan motivasi, dengan cara :
a) kehangatan dan keantusiasan
b) menimbulkan rasa ingin tahu
c) mengemukakan ide yang bertentangan
d) memperhatikan minat siswa
3) Memberikan acuan , dengan cara :
a) mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas
b) menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan
c) mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas
d) mengajukan pertanyaan
4) Membuat kaitan, dengan cara :
a) mengajukan pertanyaan apersepsi
b) merangkum pelajaran yang lalu

b. Menutup Pelajaran, mencakup hal-hal berikut :
1) Meninjau kembali, dengan cara merangkum atau membuat ringkasan.
2) Mengadakan evaluasi penguasaan siswa, dengan meminta mereka :
a) mendemonstrasikan keterampilan
b) menerapkan ide baru pada situasi lain
c) mengekspresikan pendapat sendiri
d) memberikan soal-soal tertulis
3) Memberikan tindak lanjut, yang berupa pekerjaan rumah, merancang sesuatu, atau berkunjung ke suatu tempat.
Perlu diketahui bahwa kegiatan membuka dan menutup pelajaran tidak saja dilakukan pada awal dan akhir kegiatan, tetapi juga pada awal dan akhir kegiatan, tetapi juga pada awal dan akhir setiap penggal kegiatan, dengan catatan bahwa kegiatan harus bermakna dan berkesinambungan.


6. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
a. Pengertian dan Tujuan
Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu bentuk kegiatan belajar- mengajar yang penggunaannya cukup sering diperlukan. Ciri-ciri diskusi kelompok kecil adalah :
1) Melibatkan 3-9 orang peserta
2) Berlangsung dalam interaksi tatp muka yang informal, artinya setiap anggota dapat berkomunikasi langsung dengan anggota lainnya.
3) Mempunyai tujuan yang dicapai dengan kerja sama antar anggota lainnya.
4) Berlangsung menurut proses yang sistematis.

Diskusi kelompok kecil memungkinkan siswa :
1) Berbagi informasi dan pengalaman dalam memecahkan masalah
2) Meningkatkan pemahaman atas masalah penting
3) Meningkatkan keterlibatan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
4) Mengembangkan kemampuan berfikir dan berkomunikasi
5) Membina kerja sama yang sehat , kelompok yang kohesif, dan bertanggung jawab.

b. Komponen Keterampilan
Komponen keterampilan yang perlu dimiliki oleh pemimpin diskusi kelompok kecil adalah sebagai berikut :
1) Memusatkan perhatian, yang dapat dilakukan dengan cara:
a) merumuskan tujuan diskusi secara jelas
b) merumuskan kembali masalah, jika terjadi penyimpangan
c) menandai hal-hal yang tidak relevan jika terjadi penyimpangan
d) merangkum hasil pembicaraan pada saat-saat tertentu.
2) Memperjelas masalah atau urunan pendapat, dengan cara :
a) menguraikan kembali atau merangkum urunan pendapat peserta
b) mengajukan pertanyaan pada anggota kelompok tentang pendapat anggota lain
c) menguraikan gagasan anggota kelompok dengan tambahan informasi
3) Menganalisis pandangan siswa dengan cara :
a) meneliti apakah alas an yang dikemukan punya dasar yang kuat
b) memperjelas hal-hal yang disepakati dan yang tidak disepakati
4) Meningkatkan urunan siswa, dengan cara :
a) mengajukan pertanyaan kunci yang menantang mereka untuk berfikir
b) memberi contoh pada saat yang tepat
c) menghangatkan suasana dengan mengajukan pertanyaan yang mengundang perbedaan pendapat
d) memberikan waktu untuk berfikir
e) mendengarkan dengan penuh perhatian
5) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi, dengan cara :
a) memancing pendapat peserta yang enggan berpartisipasi
b) memberikan kesempatan pertama pada peserta yang enggan berpartisipasi
c) mencegah secara bijaksana peserta yang suka memonopoli pembicaraan
d) mendorong siswa untuk mengomentari pendapat temannya
e) meminta pendapat siswa jika terjadi jalan buntu
6) Menutup diskusi yang dapat dilakukan dengan cara :
a) merangkum hasil diskusi
b) memberikan gambaran tindak lanjut
c) mengajak para siswa menilai proses diskusi yang telah berlangsung




Dalam pelaksanaan diskusi, perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1) Diskusi hendaknya berlangsung dalam iklim terbuka
2) Diskusi yang efektif selalu didahului oleh perencanaan yang matang, yang mencakup :
a) topik yang sesuai
b) persiapan atau pemberian informasi pendahuluan
c) menyiapkan diri sebagai pemimpin diskusi
d) pembentukan kelompok diskusi
e) pengaturan tempat duduk yang memungkinkan semua anggota kelompok bertatap muka


7. KeterampilanMengelola Kelas
a. Pengertian dan Tujuan
Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang optimal guna terjadinya proses belajar-mengajar yang serasi dan efektif.
Guru perlu menguasai keterampilan ini agar dapat :
1) Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu maupun klasikal dalam perilaku yang sesuai dengan tata tertib serta aktivitas yang sedang berlangsung.
2) Menyadari kebutuhan siswa
3) Memberikan respon yang efektif terhadap perilaku siswa

b. Komponen Keterampilan Mengelola Kelas
1) Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal, dapat dilakukan dengan cara berikut :
a) menunjukkan sikap tanggap dengan cara : memandang secara seksama, mendekati, memberikan pernyataan atau memeberi reaksi terhadap gangguan dalam kelas.
b) membagi perhatian secara visual dan verbal
c) memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan siswa dan menuntut tanggung jawab siswa
d) memberi petunjuk-petunjuk yang jelas
e) menegur secara bijaksana, yaitu secara jelas dan tegas, bukan berupa peringatan atau ocehan, serta membuat aturan
f) memberikan penguatan bila perlu

2) Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal
Keterampilan ini berkaitan dengan respon guru terhadap respon negatif siswa yang berkelanjutan. Untuk mengatasi hal ini guru dapat menggunakan tiga jemis strategi yaitu : modifikasi tingkah laku, pengelolaan (proses) kelompok, serta menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah.

a) Modifikasi Tingkah Laku
Dalam strstegi ini, ada tiga hal yang harus dikuasai guru, yaitu;
(1) mengajarkan tingkah laku yang baru yang diinginkan dengan cara memberi contoh dan bimbingan
(2) meningkatkan munculnya tingkah laku siswa yang baik dengan memberikan penguatan
(3) mengurangi munculnya tingkah laku yang kurang baik dengan memberi hukuman.
Ketiga hal ini harus dilakukan guru dengan catatan bahwa :
(1) pelaksanaan dilakukan segera setelah perilaku terjadi
(2) hukuman harus diberikan secara pribadi dan tersendiri, hanya bila diperlukan

b) Pengelolaan / Proses Kelompok
Dalam strategi ini, kelompok dimanfaatkan dalam memecahkan masalah-masalah pengelolaan kelas yang muncul, terutama melalui diskusi. Dua hal yang perlu dilakukan guru adalah :
(1) memperlancar tugas-tugas dengan cara mengusahakan terjadinya kerjasama dan memantapkan standar serta prosedur kerja
(2) memelihara kegiatan kelompok, dengan cara memelihara dan memulihkan semangat, menangani konflik yang timbul, serta memperkecil masalah yang timbul.

c) Menemukan dan mengatasi tingkah laku yang menimbulkan masalah
Dalam strategi ini perlu ditekankan bahwa setiap tinglah laku yang keliru merupakan gejala dari suatu sebab. Untuk mengatasinya, ada berbagai teknik yang dapat diterapkan sesuai dengan hakikat tersebut, yaitu sebagai berikut :
(1) pengabaian yang direncanakan
(2) campur tangan dengan isyarat
(3) mengawasi dari dekat
(4) mengakui perasaan negatif siswa
(5) mendorong kesadaran siswa untuk mengungkapkan perasaannya
(6) menjauhkan benda-benada yang bersifat mengganggu
(7) menyusun kembali program belajar
(8) menghilangkan ketegangan dengan humor
(9) menghilangkan penyebab gangguan
(10) pengekangan secara fisik
(11) pengasingan

c. Prinsip Penggunaan
Dalam menerapkan keterampilan mengelola kelas, perlu diingat enam prinsip berikut :
1) Kehangatan dan keantusiasan dalam mengajar, yang dapat menciptakan iklim kelas yang menyenangkan.
2) Menggunakan kata-kata atau tindakan yang dapat menantang siswa berfikir.
3) Menggunakan berbagai variasi yang dapat menghilangkan kebosanan
4) Keluwesan guru dalam pelaksanaan tugas
5) Penekanan pada hal-hal yang bersifat positif
6) Penanaman disiplin diri sendiri

Selanjutnya dalam mengelola kelas, guru hendaknya menghindari hal-hal berikut
1) Campur tangan yang berlebihan
2) Kelenyapan atau penghentian suatu pembicaraan / kegiatan karena ketidak siapan guru
3) Ketidak tepatan memulai dan mengakhiri pelajaran
4) Penyimpangan, terutama yang berkaitan dengan disiplin diri
5) Bertele-tele
6) Pengulangan penjelasan yang tak diperlukan


8. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan
a. Pengertian dan Tujuan
Mengajar kelompok kecil dan perorangan, terjadi dalam konteks pengajaran klasikal. Di dalam kelas, seorang guru menghadapi banyak kelompok kecil serta banyak siswa yang masing-masing diberi kesempatan belajar secara kelompok maupun perorangan.
Penguasaan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan memungkinkan guru mengelola kegiatan jenis ini secara efektif dan efisien serta memainkan perannya sebagai :
1) Organisator kegiatan belajar mengajar
2) Sumber informasi bagi siswa
3) Pendorong bagi siswa untuk belajar
4) Penyedia materi dan kesempatan belajar bagi siswa
5) Pendiagnosa dan pemberi bantuan kepada siswa sesuai dengan kebutuhannya
6) Peserta kegiatan yang punya hak dan kewajiban seperti peserta lainnya.

b. Komponen Keterampilan
Pengajaran kelompok kecil dan perorangan masing-masing memerlukan keterampilan yang berkaitan dengan penanganan siswa dan penanganan tugas. Ada empat kelompok keterampilan yang perlu dikuasai oleh guru dalam kaitan hal ini, yaitu :
1) Keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, yang dapat ditunjukkan dengan cara :
a) Kehangatan dan kepekaan terhadap kebutuhan siswa
b) Mendengarkan secara simpatik gagasan yang dikemukakan siswa
c) Memberikan respon positif terhadap gagasan siswa
d) Membangun hubungan saling mempercayai
e) Menunjukkan kesiapan untuk membantu siswa tanpa kecenderungan mendominasi
f) Menerima perasaan siswa dengan penuh pengertian dan keterbukaan
g) Mengendalikan situasi agar siswa merasa aman

2) Keterampilan mengorganisasikan, yang ditampilkan dengan cara:
a) Memberi orientasi umum
b) Memvariasikan kegiatan
c) Membentuk kelompok yang tepat
d) Mengkoordinasikan kegiatan
e) Membagi-bagi perhatian dalam berbagai tugas
f) Mengakhiri dengan kulminasi berupa laporan atau kesepakatan

3) Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar, yang dapat ditampilkan dalam bentuk :
a) Memberi pentuatan yang sesuai
b) Mengembangkan supervisi proses awal yang mencakup sikap tanggap terhadap keadaan siswa

c) Mengadakan supervisi proses lanjut, yang berupa bantuan yang diberikan secara selektif, berupa :
1) pelajaran tambahan, bila perlu
2) melibatkan diri sebagai peserta diskusi
3) memimpin diskusi, jika perlu
4) bertindak sebagai katalisator
d) Mengadakan supervisi pemaduan, dengan cara mendekati setiap kelompok/ perorangan agar mereka siap untuk mengikuti kegiatan akhir.

4) Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang meliputi hal-hal berikut :
a) Menetapkan tujuan pelajaran
b) Merencanakan kegiatan belajar
c) Berperan sebagai penasihat
d) Membantu siswa menilai kemajuan sendiri


c. Prinsip Penggunaan
1) Variasi pengorganisasian kelas besar, kelompok, perorangan disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, kemampuan siswa, ketersediaan fasilitas, waktu, serta kemampuan guru.
2) Tidak semua topik dipelajari secara efektif dalam kelompok kecil dan perorangan. Informasi umum sebaiknya disampaikan secara klasikal.
3) Pengajaran kelompok kecil yang efektif selalu diakhiri dengan suatu kulminasi berupa rangkuman, pemantapan, kesepakatan, laporan, dan sebagainya.
4) Guru perlu mengenal siswa secara perorangan (individual) agar dapat mengatur kondisi belajar dengan tepat.
5) Dalam kegiatan belajar perorangan, siswa dapat bekerja secara bebas dengan bahan yang disiapkan


BAB VI

DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi, Abu, Drs. 1978. Bidaktik Metodik. Semarang. CV Toha Putra

Ametembun, NA. Drs. 1975. Management Kelas. Bandung. Fakultas Ilmu Pendidikan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976. Kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP), II. di Jakarta, PN Balai Pustaka

------------------------------------------------- , 1976. Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA), II.di Jakarta, PN Balai Pustaka

Donald, A.M. Mac. 1985. The Bloomsbury Concise English Dictionary. London. Godfrey Cave Associates Limited

Hasibuan, Drs. Dkk. 1988. Proses belajar mengajar (Keterampilan Dasar Pengajaran Mikro). Bandung. CV Remadja Karya

Joni, T. Raka, 1980. Pengelolaan Kelas. Jakarta. Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G)

-------------------- 1980. Cara Belajar Siswa Aktif : Implikasinya terhadap Sistem Pengajaran. Jakarta. Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G)

-------------------- 1984. . Strategi Belajar Mengajar Suatu Tinjauan Pengantar Jakarta. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK)

------------------- dan Koke Van Unen, 1984. Kerja Kelompok . Jakarta. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK)

------------------- 1984, Seri Panduan Pengajaran Mikro No. 1 s/d 8 . Jakarta. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Kosasih, Raflis. 1984 . Keterampilan Penjelasan, Panduan Pengajaran Mikro no. 4. Jakarta. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK)

Mardjono, RA. Drs. 1982. Mengajar dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Salatiga, CV Saudara

Prasetya Irawan, Suciati, dan Wardani, 1997. Teori Belajar, Motivasi, dan Keterampilan Mengajar. Jakarta. Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia . Jakarta. PN Balai Pustaka

Sulo, SL. La. Dkk. 1984. Pengajaran Mikro. Jakarta. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK)

Suparmat, 1979. Desain Instruksional I. Bandung. Proyek Implementasi Unit (PIU)

------------- 1979. Desain Instruksional II. Bandung, Proyek Implementasi Unit (PIU)

Surakhmad, Winarno. 1980. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung . Tarsito

Universitas Terbuka. 1984/1985. Wawasan Kependidikan Guru (WKG) . Jakarta

------------------------ 1984/1985. Pendidikan Tenaga Kependidikan Berdasar Kompetensi (PTKBK). Jakarta

----------------------- 1984/1985. Konsep CBSA dan Berbagai Strategi Belajar Mengajar . Jakarta

----------------------- 1984/1985. Kurikulum Inti S1 Pengembangan dan Pelaksanaannya. Jakarta
















DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……………………………………………………… I
BAB I STRATEGI MENGAJAR ……………………………. 1
A. Pengertian Setrategi Mengajar …………………….. 1
B. Klasifikasi Strategi Mengajar ……………………… 2
C. Prinsip-prinsip Didaktis : Aspek Siswa ……………. 3
BAB II INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR ………………. 7
A. Pengertian Interaksi Belajar Mengajar …………….. 7
B. Unsur-unsur Dasar Interaksi Belajar Mengajar ……. 8
BAB III CARA BELAJAR SISIWA AKTIF …………………. 14
A. Pengertian CBSA ………………………………….. 14
B. Hakikat CBSA ……………………………………… 14
C. Tujuan Penerapan CBSA …………………………… 15
D. Jenis-jenis Antaraksi Belajar Mengajar …………….. 15
E. Ciri-ciri Proses Belajar Mengajar Yang Berkadar
CBSA Tinggi ……………………………………….. 16
F. Implementasi CBSA Terhadap Pemilihan Strategi …. 17
BAB IV MOTIVASI BELAJAR ………………………………… 19
BAB V DASAR-DASAR KOMUNIKASI DAN KETERAM-
PILAN MENGAJAR …………………………………… 22
A. Dasar-dasar Komunikasi …………………………….. 22
B. Komunikasi Antar Pribadi ……………………………. 23
C. Keterampilan Dasar Mengajar ……………………….. 26
D. Uraian Singkat Delapan Keterampilan Dasar Mengajar 28
1. Keterampilan Bertanya ……………………………. 28
2. Keterampilan Memberi Penguatan ………………… 30
3. Keterampilan Mengadakan Variasi ………………… 31
4. Keterampilan Menjelaskan ………………………… 33
5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran ….. 35
6. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil 36
7. Keterampilan Mengelola Kelas …………………….. 38
8. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Per-
orangan ……………………………………………… 40
BAB VI DAFTAR PUSTAKA …………………………………….. 42

Readmore... »»
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com