Sabtu, 30 Mei 2009

. Sabtu, 30 Mei 2009

PELATIHAN PEMBELAJARAN SENI TARI SEBAGAI
PROSES ALIH BUDAYA PADA ANAK USIA DINI
BAGI GURU TAMAN KANAK-KANAK TADIKA PURI
WILAYAH SEMARANG


Eny Kusumastuti
Fakultas Bahasa dan Seni UNNES


ABSTRAK
Pembelajaran seni tari pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan anak yang ditandai dengan perkembangan motorik kasar dan motorik halus, pola bahasa dan pikir, emosi jiwa serta perkembangan sosial anak. Selain itu, pembelajaran seni tari pada anak usia dini juga berfungsi sebagai sarana untuk memperkenalkan, membudayakan dan menanamkan nilai-nilai luhur budaya bangsa melalui proses sosialisasi, enkulturasi dan internalisasi. Permasalahan yang paling mendasar adalah masih minimnya pengetahuan dan keterampilan guru Taman Kanak-kanak dalam penguasaan materi pembelajaran seni tari. Pengetahuan dan keterampilan dalam pembelajaran seni tari pada anak usia dini bagi guru Taman Kanak-kanak perlu ditingkatkan melalui penyuluhan dan pelatihan secara terus menerus dan intensive agar pelaksanaan pembelajaran seni tari pada anak usia dini berjalan dengan lancar.

Kata kunci : pembelajaran seni tari, anak usia dini, alih budaya

PENDAHULUAN
Dehumanisasi pendidikan sebagai akibat dari intervensi aliran pendidikan dengan pendekatan yang mengutamakan hasil dasar perilaku teramati , sehingga pengembangan perilaku dan budaya dalam bentuk transformasi nilai dan perkembangan moral yang menjadi fondasi penting bagi hubungan sosial manusia dalam konteks hubungan antar orang dan bahkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, amat terabaikan. Ketidak seimbangan dalam pendidikan secara tidak langsung membelah kepribadian anak sejak Taman Kanak-kanak hingga perguruan tinggi(Hamied 2000: 33).
Salah satu usaha untuk mengatasi kesenjangan tersebut, serta menjaga kelestarian budaya adalah dengan jalan pengalihan nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi berikutnya melalui pendidikan seni. Pengalihan nilai-nilai budaya dalam pendidikan seni dilakukan melalui proses sosialisasi, enkulturasi dan internalisasi (Rohidi 1994: 12 ; Koentjaraningrat 1981: 228-233).

Proses sosialisasi, enkulturasi dan internalisasi nilai-nilai budaya sangat penting diberikan kepada anak sejak usia dini dan pada masa pra sekolah melalui pendidikan seni. Hal ini dibuktikan dalam hasil penelitian Triyanto (2001: 387-388) yang dilakukan di Semarang,menyatakan bahwa pembelajaran seni (khususnya seni rupa) di Taman Kanak-kanak berlangsung secara efektif dengan ditandai terciptanya kondisi yang memberi peluang anak secara bebas terkendali mengembangkan kepekaan, fantasi, imaginasi dan kreasi anak.
Berdasarkan penelitian Kusumastuti (2003: 42) tentang proses pendidikan seni tari pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak Tadika Puri sebagai proses alih budaya, pendidikan seni (khususnya seni tari) sangat berpengaruh pada pola perkembangan anak yang ditandai dengan perkembangan motorik kasar dan motorik halus anak, pola bahasa dan pikir serta perkembangan sosial anak. Pendidikan seni juga sangat berpengaruh untuk melatih keterampilan dan koordinasi gerakan anak, sekaligus sebagai sarana untuk memperkenalkan, membudayakan dan menanamkan nilai-nilai seni budaya bangsa. Yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah keterbatasan guru dalam aspek kognitif dan psikomotorik dalam bidangnya yaitu seni tari. Aspek kognitif meliputi pengetahuan tentang tari dan unsur-unsurnya, pengetahuan tentang pemilihan tari yang sesuai dengan tingkat usia anak, pengetahuan tentang elemen-elemen dalam proses penciptaan tari, tata teknik pentas, tata rias dan busana , iringan serta kemampuan mengelola pertunjukan tari yang melibatkan anak-anak. Selain itu, kemampuan guru dalam proses mengalihkan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam seni tari kepada anak masih terbatas. Aspek psikomotorik meliputi kemampuan guru dalam memeragakan gerak dan lagu juga masih sangat terbatas.

Melihat kenyataan tersebut, diperlukan adanya pelatihan seni tari yang intensif bagi guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang guna meningkatkan kemampuan guru dalam bidang seni tari sehingga mampu mengajar anak didiknya dengan maksimal, meliputi:(1) ruang lingkup tari dan unsur-unsurnya, (2) pemilihan jenis tari yang sesuai dengan tingkat usia anak, (3) elemen-elemen dalam proses penciptaan tari, (4) tata teknik pentas, (5) tata rias dan busana, (6) musik pengiring tari, (7) teknik mengelola pertunjukan tari bagi anak, (8) proses pengalihan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tari. Selain itu secara psikomotorik, kemampuan guru dalam memeragakan gerak dan lagu juga masih sangat terbatas.

Pendidikan merupakan proses pengalihan kebudayaan, sebagai model-model pengetahuan, nilai-nilai dan kepercayaan. Proses pengalihan (oleh pendidik) dan penerimaan (oleh peserta didik) bertalian dengan substansi tertentu (kebudayaan) dengan tujuan agar dapat dijadikan pedoman hidup (penghayatan dan pemilihan) (Rohidi,1994 : 6-8). Proses pengalihan nilai-nilai budaya dapat dilihat melalui sosialisasi, enkulturasi dan internalisasi.

Sosialisasi adalah tindakan mengubah kondisi manusia dari human animal menjadi human being , sehingga dapat berfungsi sebagai makhluk sosial dan anggota masyarakat sesuai dengan kebudayaan dan masyarakatnya. Sementara itu, dari titik individual, sosialisasi adalah proses mengembangkan diri. Melalui interaksi dengan orang lain, seseorang memperoleh identitas, mengembangkan nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi (Broom dalam Rohidi 1994: 12). Dalam proses itu, seorang individu dari masa kanak-kanak sampai masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari (Parson dalam Rohidi 1994: 12). Proses sosialisasi memerlukan media tertentu yaitu agen of socialization yang meliputi orang tua atau keluarga, teman sebaya, sekolah, media masa dan masyarakat (Rohidi, 1994 : 16-19). Mengacu teori Broom dan Markoem (dalam Rohidi 1994: 20-22), ada tiga cara yang dapat ditempuh dalam proses sosialisasi, yaitu pelaziman (conditioning) adalah suatu cara memberikan pelajaran dengan mengkondisikan anak untuk tingkah laku tertentu, imitasi/identifikasi (modelling)adalah proses belajar yang merangsang anak untuk melihat suatu tokoh yang ingin ditiru perbuatnnya secara sadar, dan internalisasi (internalization/learning to cope) adalah proses belajar dengan tanpa tekanan, anak menirukan, menguasai dan menyadari bahwa norma-norma yang dipelajari sangat berarti bagi setiap pengembangan dirinya, yang pada akhirnya menjadi bagian pribadinya.

Istilah enkulturasi sebagai sebuah konsep, secara harfiah dapat dipadankan artinya dengan proses pembudayaan (Koentjaraningrat 1990: 233) atau sosialisasi budaya (Koentowijoyo 1987: 43). Dalam proses itu, seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-adat, sistem norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dalam alam pikiran warga suatu masyarakat, mula-mula dari dalam lingkungan keluarganya, kemudian teman-teman bermain. Seringkali anak belajar dengan meniru saja berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru, maka tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakannnya dibudayakan.

Internalisasi adalah proses penghayatan, proses penguasaan secara mendalam, berlangsung melalui penyuluhan, latihan, penataran atau pengkondisian tertentu lainnya (Depdikbud dalam Rohidi 1994: 30). Proses internalisasi ini berlangsung sejak manusia lahir sampai meninggal untuk belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya (Koentjaraningrat 1990: 228). Oleh karena proses internalisasi bersifat pribadi, maka proses ini diperhatikan melalui proses pengembangan diri dengan belajar dari orang lain, orang tua, guru, instruktur dalam situasi tertentu, sesuai dengan kapasitas sistem organik dan kejiwaannya.

Substansi baku tari adalah gerak dan ritme (John Martin dalam Soedarsono 1978: 1). Gerak adalah pengalaman fisik yang paling elementer dari kehidupan manusia. Gerak tidak hanya terdapat di dalam denyutan-denyutan seluruh tubuh manusia untuk tetap dapat memungkinkan manusia hidup, tetapi gerak juga terdapat pada ekspresi dari segala pengalaman emosional. Sach dalam Soedarsono (1978: 1) menyatakan bahwa substansi dasar tari adalah gerak, tetapi gerak-gerak yang ada di dalam tari itu bukanlah gerak yang realistis, melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif. Bentuk ekspresif adalah sebuah bentuk yang diciptakan manusia untuk bisa dirasakan (dinikmati dengan rasa) (Langer 1988: 14). Gerak-gerak ekspresif adalah gerak-gerak yang indah, yang bisa menggetarkan perasaan manusia. Adapun gerak yang indah adalah gerak yang sudah distilir yang di dalamnya mengandung ritme tertentu. Gerak yang indah ini, bukan saja hanya gerak-gerak yang halus dan indah saja tetapi gerak-gerak yang kasar, keras, kuat, penuh dengan tekanan-tekanan serta aneh pun dapat merupakan gerak yang indah.

Pada dasarnya gerak terungkap atau terwujud dengan adanya elemen-elemen dasar dari gerak yang membuat tari dapat menjadi ekspresi seni. Doris Humprey (1983: 23) mengatakan bahwa ruang, waktu, dan tenaga adalah elemen-elemen dasar dari gerak. Ruang merupakan salah satu unsur pokok dari tari yang turut menentukan terwujudnya gerakan, sebab mustahil suatu gerak lahir tanpa adanya ruang gerak, atau setiap penari semata-mata dapat bergerak atau menari karena adanya ruang tempat menari. Ukuran waktu dalam ruang lingkup tari ada dua, yaitu ritme gerak atau irama gerak dan tempo gerak. Tempo berfungsi untuk mengukur sejumlah waktu di dalam menyelesaikan suatu rangkaian gerak atau gerakan-gerakan. Sedangkan irama gerak atau ritme gerak adalah ungkapan suatu rangkaian gerak secara detail, waktu dari awal mengendalikan gerak sampai menghentikan gerak (Rusliana 1982: 17). Tenaga merupakan kekuatan yang mengawali, mengendalikan dan menghentikan gerak. Adanya aliran tenaga pada seluruh tubuh akan menghasilkan gerak. Unsur tenaga sebagai salah satu materi utama yang menentukan kualitas gerak tari, pada dasarnya terdiri dari tenaga halus atau ringan, sedang, kuat atau tenaga yang keras (Rusliana 1982: 9).

Disamping elemen-elemen dasar gerak, tari juga mengandung nilai-nilai keindahan. Nilai-nilai keindahan tari ini terletak pada wiraga, wirama dan wirasa (Rusliana 1984: 14-15). Wiraga adalah ungkapan secara fisik dari awal sampai akhir menari. Kemampuan wiraga yang memadai artinya : (1) hafal adalah tuntutan kemampuan penguasaan daya ingat yang maksimal, (2) teknik adalah tuntutan penguasaan keterampilan di dalam mengungkapkan dan mewujudkan berbagai pose, elemen gerak dan pose-pose gerak yang selaras dengan penggunaan atau pengendalian tenaganya yang dituntut oleh suatu tarian, dan (3) ruang adalah tuntutan penguasaan ketepatan di dalam menempatkan tubuhnya di berbagai posisi pada setiap gerak dalam ruang. Keindahan pada aspek wirasa, pada dasarnya menyangkut penjiwaan atau kemampuan penari di dalam mengungkapkan rasa emosi yang sesuai dengan isi atau tema atau karakter dari tarian tersebut. Aspek wirama meliputi ketepatan ritme dan tempo gerak yang selaras dengan irama iringannya. Keindahan wirama akan terungkap jika penari memiliki ketajaman rasa irama atau peka irama yang luluh menyatu dengan setiap ungkapan geraknya.

Tujuan yang paling utama dari pendidikan tari adalah membantu siswa melalui tari untuk menemukan hubungan antara tubuhnya dengan seluruh eksistensinya sebagai manusia. Dengan demikian pendidikan tari berfungsi sebagai alternatif pengembangan jiwa anak menuju kedewasaannya. Melalui penekanan kreativitas, anak diberi kesempatan yang seluas-luasnya di dalam proses pengungkapan gerak tarinya, sehingga hasil akhir bukanlah merupakan tujuan utama.Di samping itu, anak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman estetis dan mengenal berbagai budaya daerah lain, serta mampu melakukan interaksi sosial dalam lingkungan sosial masyarakat.

Dalam belajar seni perlu dikembangkan kemampuan yang terpadu antara konseptual, operasinal dan sintetik (Barret dalam Kamaril 2001: 5), antar bidang seni, dan lintas bidang seni (Goldberg 1997: 17-20), memberikan alternatif belajar tentang seni melalui pendekatan terpadu, yaitu : belajar dengan Seni (learning with the arts) adalah pengetahuan suatu subject matter yang dipelajari dari mata pelajaran lain dengan bantuan suatu karya seni. Belajar melalui Seni (learning througth the arts) adalah menggali suatu subject matter melalui berkarya seni dengan mengungkapkan suatu konsep dari mata pelajaran lain yang sedang dipelajari. Belajar tentang seni (learning with arts) adalah memahami dan mengekspresikan serta menciptakan berbagai konsep seni ke dalam karya seni. Di sini, anak murni belajar seni dengan melalui proses penghayatan, penciptaan dan kreativitas.

Di dalam Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan Prasekolah, yang dimaksud dengan usia dini adalah anak yang berusia empat tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Depdikbud 1990: 2). Periode umur ini adalah amat penting, namun sekaligus amat krusial khususnya dalam perkembangan dan pertumbuhan fisik dan psikologi anak. Pendidikan dan pembinaan serta pengelolaan anak di periode ini akan menentukan manusia yang bagaimana yang akan berkembang di kemudian hari. Salah satu fase perkembangan yang berlangsung dalam kehidupan manusia adalah tahap prasekolah yang berlangsung sekitar 4-6 tahun, pada masa usia prasekolah ini, berbagai aspek perkembangan anak sedang berada pada keadaan perubahan yang sangat cepat, baik dalam kemampuan fisik, bahasa, kecerdasan, emosi, sosial dan kepribadian.
Secara umum dalam rentang waktu usia 4-6 tahun, anak memiliki kepekaan yang kuat dalam menerima rangsangan baik dari dalam dirinya, maupun dari luar dirinya, rasa ingin tahunya sangat besar. Pada saat tersebut pikiran anak tercurah pada sesuatu yang dinamis dan bergerak. Anak pada usia tersebut juga sangat aktif (Ahmadi 1992: 81). Anak semakin hari perkembangannya semakin meningkat, selalu terangsang dari apa yang dilihatnya dan ingin mempraktekkan sesuai dengan kemampuannya. Secara psikologis, pada dasarnya anak memang suka menyanyi dan berbicara meniru dari apa yang dilihat dan didengar, juga sering menari, menggambar, atau mencorat-coret.
Gerakan yang sering dilakukan anak-anak dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu : (1) motorik statis, yaitu gerakan tubuh sebagai upaya memperoleh keseimbangan gerak pada saat berjalan, (2) motorik ketangkasan, yaitu gerakan untuk melakukan tindakan yang berwujud ketangkasan dan keterampilan, (3) motorik penguasaan, yaitu gerak yang dilakukan untuk mengendalikan otot-otot tubuh sehingga ekspresi muka terlihat jelas (Zulkipli 1992: 32).
Pada masa usia 4-6 tahun, anak sedang mengalami proses peniruan. Baldwin (dalam suryabrata, 1993 : 183-184) membagi proses peniruan menjadi tiga tahap, yaitu : (1) tahap proyektif (projective stage) adalah tahap di mana anak mendapatkan kesan mengenai model (objek) yang ditiru, (2) tahap subyektif (subjective stage) adalah tahap di mana anak cenderung untuk meniru gerakan-gerakan, atau sikap model atau obyeknya, (3) tahap efektif (ejective stage) adalah tahap di mana anak telah menguasai hal yang ditirunya, dia dapat mengerti bagaimana orang merasa, berangan-angan, berfikir dan sebagainya.

METODE
Peningkatan kemampuan dan keterampilan guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang dalam pembelajaran seni tari sebagai proses alih budaya pada anak usia dini, dilakukan melalui peningkatan pengetahuan teori, tentang ruang lingkup tari dan unsur-unsurnya, pemilihan jenis tari yang sesuai dengan tingkat usia anak, elemen-elemen penciptaan tari, tata rias dan busana, musik pengiring tari, teknik pengelolaan pertunjukan tari, proses pengalihan nilai-nilai budaya dan peningkatan keterampilan teknik memeragakan gerak dan lagu. Untuk melaksanakan kegiatan ini, metode yang diterapkan adalah :
1. Observasi non partisipasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung proses pembelajaran seni tari yang dilakukan oleh guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang dan identifikasi masalah.
2. Membuat rancangan materi pembelajaran seni tari yang akan digunakan sebagai bahan penyuluhan dan pelatihan berdasarkan hasil observasi.
3. Mengundang guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang melalui koordinator yayasan untuk menyampaikan informasi tentang akan diadakannya penyuluhan dan pelatihan pembelajaran seni tari sebagai proses alih budaya pada anak-anak usia dini.
4. Mengadakan penyuluhan tentang (1) ruang lingkup tari dan unsur-unsurnya yang meliputi elemen dasar gerak (ruang, waktu, tenaga) dan aspek keindahan tari (wiraga, wirama, wirasa), (2) teknik pemilihan jenis tari yang sesuai dengan tingkat usia anak, (3) elemen-elemen penciptaan tari yang meliputi tema, pola lantai, level, komposisi gerak, (4) tata teknik pentas yang meliputi pengetahuan tentang teknik menata pentas secara sederhana untuk pementasan anak-anak usia dini, (5) tata rias dan busana yang meliputi cara merias wajah cantik,lucu, sesuai dengan tema tari yang dibawakannya dan busananya, (6) musik pengiring tari meliputi pengetahuan tentang ritme, tempo, jenis-jenis musik yang bisa digunakan untuk iringan tari, (7) teknik pengelolaan pertunjukan tari, (8) proses pengalihan nilai-nilai budaya pada anak usia dini melalui gerak tari.
5. Mengadakan dialog (diskusi) tentang materi penyuluhan dan memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang di lapangan berkaitan dengan proses belajar mengajar seni tari.
6. Mengadakan pelatihan keterampilan yang berkaitan dengan materi teori dalam kegiatan penyuluhan yang meliputi tata teknik pentas, tata rias dan busana, musik pengiring tari, elemen-elemen penciptaan tari dan teknik memeragakan bentuk tari.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah melewati masa proses pengabdian kepada masyarakat selama 6 bulan, ternyata hasilnya sudah tampak. Hasil penyuluhan dan pelatihan materi pembelajaran seni tari pada anak usia dini sebagai proses alih budaya terhadap guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut.
Proses pembelajaran seni tari pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang dilakukan oleh seorang guru seni tari yang berasal dari luar yayasan Tadika Puri (guru tidak tetap yayasan). Hal ini disebabkan masih minimnya pengetahuan guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri tentang seni tari yang meliputi : (1) ruang lingkup seni tari dan unsur-unsurnya, (2) pemilihan jenis tari yang sesuai dengan tingkat usia anak, (3) elemen-elemen penciptaan tari, (4) tata teknik pentas, (5) tata rias dan busana, (6) musik pengiring tari, (7) teknik pengelolaan pertunjukan tari, (8) proses pengalihan nilai-nilai budaya melalui media gerak tari, (9) teknik memeragakan gerak tari. Agar proses pembelajaran seni tari di Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang berjalan lancar dengan bimbingan guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri sendiri, maka dilakukan penyuluhan secara teoretis dan pelatihan keterampilan mengenai materi seni tari.

(1) Ruang Lingkup Seni Tari dan Unsur-unsurnya
Penyuluhan materi seni tari dan unsur-unsurnya yang diberikan kepada guru-guru Taman kanak-kanak Tadika Puri meliputi pengertian tari dari berbagai pendapat diantaranya John Martin, Soedarsono, Sussane K. Langer, Corrie Hartong, Doris Humprey dan Pangeran Suryodiningrat. Karena pada dasarnya tari adalah gerak, maka dijelaskan pula elemen-elemen dasar gerak yang meliputi ruang, waktu, dan tenaga. Aspek ruang terdiri dari posisi, level, volume dan fokus. Waktu meliputi ritme gerak atau irama gerak dan tempo gerak. Sedangkan tenaga dalam tari adalah kekuatan yang mengawali, mengendalikan dan menghentikan gerak mulai dari halus, ringan, sedang, kuat dan keras.
Disamping elemen-elemen dasar gerak, dijelaskan juga nilai-nilai keindahan yang terkandung dalam tari yang meliputi wiraga, wirama dan wirasa. Wiraga meliputi hafalan, teknik dan ruang gerak. Keindahan pada aspek wirasa menyangkut penjiwaan atau kemampuan penari di dalam mengungkapkan rasa emosi yang sesuai dengan karakter dan tema tarian. Sedangkan wirama meliputi ketepatan ritme dan tempo gerak yang selaras dengan irama iringannya.
Hasil yang didapat dalam penyuluhan materi tersebut adalah tingkat pengetahuan dan pemahaman guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang menjadi bertambah.

(2) Pemilihan Jenis Tari yang Sesuai dengan Tingkat Usia Anak
Tujuan pendidikan seni (seni tari) adalah membentuk manusia seutuhnya yang mampu mengembangkan kepekaan estetisnya, daya cipta, intuitif, imajinatif, motivatif dan kritis terhadap lingkungannya. Pembelajaran seni tari di tingkat sekolah formal termasuk diantaranya pendidikan pra sekolah tidak semata-mata membentuk siswa menjadi seniman profesional, akan tetapi lebih pada proses aktualisasi diri dan kreatifitas siswa melalui media gerak. Oleh karena itu, diberikan pula penyuluhan tentang pemahaman mengenai berbagai jenis tari, dan karakteristik anak usia dini, sehingga diharapkan guru-guru Taman kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang mampu memilihkan jenis tari yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Hasilnya, guru-guru mampu menentukan jenis tari yang seharusnya dan tidak seharusnya diberikan kepada siswa berdasarkan tingkat perkembangan anak.

(3) Elemen-elemen Penciptaan Tari
Jenis-jenis tari yang sesuai dengan karakter anak usia dini, tidak sebanyak materi tari untuk usia dewasa. Untuk memenuhi kebutuhan siswa akan materi seni tari tersebut, maka guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri dituntut untuk dapat menciptakan tari yang sesuai dengan karakter dan tingkat usia anak Taman Kanak-kanak. Oleh karena itu diberikan pula penyuluhan pengetahuan dan pelatihan tentang proses penciptaan tari untuk anak usia dini secara sederhana. Elemen-elemen penciptaan tari meliputi gerak, pola lantai, level, komposisi gerak, iringan, tata rias dan busana. Dalam proses pelatihan penciptaan tari, guru-guru diajak untuk melakukan observasi gerak, improvisasi gerak kemudian mempraktekkan gerak-gerak tari yang diciptakannya. Hasil dari observasi dan improvisasi gerak, disusun menjadi rangkaian gerak yang mempunyai makna dan nilai keindahan. Setelah menciptakan gerak-gerak tari, maka dilakukan praktek pembuatan pola lantai, menentukan level, komposisi gerak, membuat iringan tari secara sederhana. Hasil yang didapat dalam penyuluhan dan pelatihan materi tersebut adalah meningkatnya pengetahuan, pemahaman dan keterampilan guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang dalam proses penciptaan tari untuk anak usia dini meskipun masih secara sederhana.

(4) Tata Teknik Pentas
Dalam seni tari, pentas merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan. Pentas adalah tempat yang digunakan oleh seorang penari dalam menampilkan kemampuannya menari dihadapan penonton. Karena pentas sangat erat kaitannya dengan tari, maka seluk beluk tentang pentas juga diberikan dalam penyuluhandan pelatihan tersebut, diantaranya adalah mengenal bermacam-macam bentuk pentas, perlengkapan pentas, penataan dekorasi pentas, tata lampu, dan tata bunyi pentas bagi anak usia dini. Hasilnya guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang lebih memahami dan mempunyai keterampilan menganai seluk beluk pentas yang akan digunakan sebagai bekal dalam mempersiapkan pementasan akhir tahunan anak didiknya.

(5) Tata Rias dan Busana
Tata rias dan busana merupakan bagian dari tari yang tidak dapat ditinggalkan. Pada umumnya seseorang yang mempunyai kemampuan menari, belum tentu mempunyai kemampuan menata rias dan busana sendiri, sehingga mereka masih memerlukan bantuan orang lain untuk menata rias dan busananya. Oleh karena itu, guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang diberikan juga teknik menata rias dan busana untuk anak usia dini. Hal ini penting, karena apabila siswanya menari, guru-guru tidak perlu lagi mengambil perias dari luar sekolah, tetapi bisa dilakukan sendiri, dengan demikian akan lebih menghemat pengeluaran. Materi rias dan busana yang diberikan adalah rias cantik, rias karakter, rias lucu lengkap dengan busananya sesuai dengan tingkat usia anak. Hasilnya, guru-guru mampu memahami dan mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan tentang rias dan busana tari untuk anak usia dini.

(6) Musik Pengiring Tari
Tari tidak dapat dinikmati dengan enak tanpa musik pengiringnya. Di dalam proses penciptaan tari tidak terlepas dari musik pengiring. Oleh karena itu, guru-guru juga diberikan penyuluhan dan pelatihan tentang musik pengiring tari secara sederhana, baik pengenalan tentang notasi balok, teknik memainkan alat musik misalnya pianika, angklung, drum, okolele dan teknik menyanyi. Lagu-lagu yang diajarkan adalah Balonku Ada Lima, Bintang Kejora, Hujan, Pamanku Datang, menthok-menthok dan lain-lain. Lagu-lagu ini bisa diisi dengan gerak tari. Hasil dari penyuluhan dan pelatihan ini, guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang mampu memahami dan mempraktekkan alat-alat musik dan lagu-lagu yang diberikan.

(7) Teknik Pengelolaan Pertunjukan Tari
Setelah guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang memahami dan mempunyai keterampilan menciptakan tari secara sederhana untuk anak usia dini, maka perlu adanya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan sebuah pertunjukan. Pertunjukan seni ini biasanya diadakan oleh pihak sekolah pada setiap akhir tahun untuk acara kenaikan kelas atau kelulusan, atau pada hari-hari besar lainnya. Acara pentas akhir tahun atau peringatan hari-hari besar nasional, dikemas oleh guru-guru yang bersangkutan. Materi pengeloalan pertunjukan tari ini meliputi : perencanaan (penentuan tanggal pelaksanaan, tempat, tema acara, materi acara, undangan, leaflet, susunan acara), persiapan ( tentang segala sesuatu yang dibutuhkan dalam acara tersebut, mempersiapkan pentas, susunan acara, dan pengisi acara), pelaksanaan (mengatur jalannya acara supaya lancar). Secara teoretis, guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri memahami semua materi penyuluhan yang diberikan dengan baik.

(8) Proses Pengalihan Nilai-nilai Budaya Melalui Media Gerak
Pengetahuan dan pelatihan mengenai proses pengalihan nilai-nilai budaya melalui media gerak diberikan, agar guru-guru dalam melakukan proses pembelajaran seni tari secara tidak langsung dapat mengajari anak usia dini mampu melakukan proses sosialisasi, internalisasi, enkulturasi budaya. Proses sosialisasi dapat dilakukan melalui menari dengan berkelompok, berpasangan untuk saling berinteraksi dengan sesama teman atau dengan penonton disekitarnya. Proses internalisasi dalam menari, yaitu mengajarkan siswa untuk belajar mencintai budayanya sendiri dengan cara menarikan tarian yang berasal dari daerahnya sendiri. Proses enkulturasi adalah proses pengenalan budaya daerah lain atau negara lain kepada anak melalui menari. Hasil dari penyuluhan materi tersebut, guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang mempunyai tambahan pengetahuan dan keterampilan untuk mengajarkan anak usia dini melakukan proses sosialisasi, internalisasi, dan enkulturasi budaya melalui media gerak tari.

(9) Teknik Memeragakan Gerak Tari
Teknik memeragakan gerak tari yang baik juga diberikan dalam pelatihan pembelajaran seni tari pada anak usia dini, dengan tujuan meningkatkan kemampuan guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang dalam pembelajaran seni tari. Hasilnya, pengetahuan dan kemampuan menari guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang mengalami peningkatan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Sesuai dengan hasil dari pengabdian kepada masyarakat oleh tim dari UNNES Semarang di Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang tentang pelatihan pembelajaran seni tari sebagai proses alih budaya pada anak usia dini bagi guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pengetahuan dan keterampilan pembelajaran seni tari yang dimiliki oleh guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang yang pada awalnya masih terbatas, setelah mendapat penyuluhan dan pelatihan pembelajaran seni tari oleh tim pengabdian kepada masyarakat UNNES Semarang menjadi meningkat.
Materi pembelajaran seni tari pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang yang pada awalnya diadopsi dari pencipta tari, setelah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan dari Tim pengabdian kepada masyarakat UNNES Semarang, merupakan hasil cipta guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri itu sendiri.
Kemampuan tata rias dan busana, tata teknik pentas, yang semula ditangani oleh perias dan penata busana dan penata pentas dari luar sekolah, setelah ada penyuluhan dan pelatihan dari tim pengabdian kepada masyarakat UNNES Semarang, dapat ditangani sendiri oleh guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri.
Kemampuan pengelolaan pertunjukan seni tari juga dimiliki oleh guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri setelah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan oleh tim pengabdian kepada masyarakat UNNES Semarang.
Pembelajaran seni bagi anak usia dini yang pada mulanya dilakukan oleh guru seni tari dari luar yayasan, setelah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan oleh tim pengabdian kepada masyarakat UNNES Semarang dapat dilakukan oleh guru tetap Taman Kanak-kanak Tadika Puri itu sendiri.

Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil pengabdian kepada masyarakat UNNES Semarang di Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang, dapat disarankan sebagai berikut :
1. Perlu adanya penyuluhan dan pelatihan pembelajaran seni tari pada anak usia dini bagi guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang lebih lanjut dan berkesinambungan sehingga akan semakin memperdalam pengetahuan dan keterampilan seni tari bagi guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang.
2. Guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang, perlu meningkatkan lagi keterampilan penciptaan tari bagi anak usia dini.
3. Guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang perlu mengembangkan lagi pengetahuan dan kemampuan tata rias dan busana, melalui latihan-latihan secara rutin atau melalui kursus-kursus yang ada.
4. Guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri wilayah Semarang perlu meningkatkan lagi keterampilan dalam pengelolaan pertunjukan seni bagi anak usia dini.
5. Guru-guru Taman Kanak-kanak Tadika Puri dapat melakukan proses pembelajaran seni tari pada anak usia dini tanpa mengundang guru tari dari luar yayasan.

DAFTAR PUSTAKA

Goeldberg, Merryl. 1997 . Arts and Learning. An Integrated Approach to Teaching and Learning ini Multicultural and Multilingual settings. New York: Longman.

Humprey, Dories. 1983. Seni Menata Tari. Terj. Sal Murgianto. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Kamaril, Cut. 2001. “Konsep Pendidikan Seni Tingkat SD-SLTP-SMU”. Makalah. Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Seni. 18-20 April 2001. Jakarta: Hotel Indonesia.

Kusumastuti, Eny. 2003. Pendidikan Seni Tari Pada Anak Usia Dini di Taman Kanak-kanak Tadika Puri Cabang Erlangga Semarang Sebagai proses Alih Budaya. Laporan Penelitian. LEMLIT UNNES Semarang.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.

-------------------. 1999. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Koentowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Langer, Sussane K. 1988. Problematika Seni. Terj. FX. Widaryanto. Bandung: ASTI Bandung.

Rusliana, Iyus. 1982. Pendidikan Seni Tari untuk SMTA. Bandung: Angkasa.

-----------------. 1984. Seni Tari untuk KPG. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rohidi, Tjetjep Rohendi, dkk. 1994 . Pendekatan Sistem Sosial Budaya Dalam Pendidikan. Semarang: IKIP Press.

Suryabrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.

Soedarsono. 1978. Pengantar Pengetahuan Tari. Yogyakarta: ASTI.

Triyanto . 2001. Pembelajaran Kreativitas Melalui Pendidikan Seni Rupa di Taman Kanak-kanak. Lingua Artistika : Jurnal Bahasa dan Seni FBS Universitas Negeri Semarang: CV IKIP Semarang Press.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com